Luwuk Times, Touna — Warga Kelurahan Uentanaga Atas Kecamatan Ratolindo Kabupaten Tojo Unauna (Touna) mengeluh adanya dugaan pungutan liar (pungli) kepengurasan sertifikat tanah proyek operasi nasional (Prona).
Kepada wartawan, Senin (07/08/2023), warga memberi penjelasan terkait kebijakan pemerintah kelurahan yang sangat merugikan itu.
Warga berinisial SB mengaku saat kepengurusan sertifikat tanah Prona, ia dipercayakan oleh sejumlah warga untuk mengumpulkan uang sebanyak Rp500 ribu per orang.
“Warganya ada 10 orang. Sehingga dana yang terkumpul sebesar Rp5 juta. Uang tersebut diserahkan ke Pemerintah Kelurahan Uentanaga Atas pembayaran kepengurusan sertifikat tanah Prona,” kata SB.
Menurut keterangan yang disampaiakan Kepala Seksi Pemerintahan, kata SB bahwa dalam mengurus Prona per satu bidang tanah butuh dana Rp500 ribu.
Dengan rincian Rp150 ribu untuk pengukuran dan Rp350 ribu untuk diserahkan kepada Badan Pertanahan Nasionla (BPN).
Warga lainnya berinisial IS membenarkannya. Dia mengaku, sudah menyetor uang sebesar Rp500 ribu kepada SB. Termasuk teman lainnya. Tujuannya untuk mengurus sertifikat tanah Prona.
Bahkan sambung dia, untuk menandatangani surat sertifikat tanah Prona, Kepala Seksi Kelurahan Uentanaga Atas meminta untuk materai 10 ribu sebanyak 5 lembar.
Jadi kalau kami hitung kata IS, setiap warga telah mengeluarkan uang sebanyak Rp 550 ribu untuk mengurus sertifikat tana.
Padahal sambung IS, penghasilan mereka sangat kecil. Bahkan ada diantara warga yang rela menjual salon untuk mengurus sertifikat tanah.
Setahu dia, mengurus sertifikat prona itu hanya Rp350 ribu per bidang tanah. Malah dengan budjet itu sudah menyelesaikan semua prosesnya.
“Kenapa masih ada tambahannya. Janganlah begitu. Kasian kami masyarakat miskin ini dibohong-bohongi,” keluhnya.
SKB Tiga Menteri
Sementara itu, Lurah Uentanaga Atas SM memberi tanggapan atas keluhan sekaligus tudingan pungli oleh warga.
Selama melaksanakan Prona, mereka berpegang pada SKB Tiga Menteri. Untuk setiap bidang tanah, tidak lebih dari Rp350 ribu.
“Itemnya itu mulai dari pengukuran dan patok. Sampai diterima masyarakat sertifikat tanah tersebut,” kata Lurah.
Intinya secara teknis di lapangan sambung Lurah, ada Kepala seksi bersama staf lainnya yang mengatur. Bahkan kepada mereka ia sudah berpesan agar jangan sampai meresahkam masyarakat.
Soal angka Rp500 ribu yang dikeluhkan warga, Lurah Uentanaga Atas membantahnya.
“Kalau uang Rp500 ribu per bidang tanah itu kami tidak ada pungut dari warga,” bantah Lurah.
Dicerca dengan pertanyaan tentang adanya dugaan pungutan oleh Kepala Seksi Pemerintahan Uentanaga Atas kepada inisial SB sebesar Rp5 juta, Lurah memberi komentar singat.
“Nanti akan kami bicarakan dengan yang bersangkutan. Dan hasilnya akan kami informasikan. *
(par)
Discussion about this post