Oleh: Fajrianto
“PENDIDIKAN”, kata yang tak asing dalam jejak peradaban. Bahkan sering disandingkan. Hal demikian karena penemuan-penemuan besar banyak ditopang oleh pendidikan.
Oleh karena itu, tatkala sebuah negara hendak mencapai kemajuan, maka penyelenggaraan pendidikan menjadi salah satu prasyarat mutlak. Bahkan, oleh Nelson Mandela dikatakan “No country can really develop unless its citizens are educated.”
Para pendiri bangsa (fouding fathers) sangat menyadari betul pentingnya pendidikan. Sehingga, dalam Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Sebagai konsekuensi logis dari pelimpahan hak tersebut, maka lahir pula kewajiban bagi pemerintah untuk memenuhinya.
“Hak atas pendidikan” tidak bermakna tunggal, yang hanya berarti warga negara diberikan akses pendidikan. Ia lebih luas dari pada itu. Apabila ditafsirkan melalui interpretasi ekstensif, maka “Hak atas pendidikan” juga meliputi penyediaan fasilitas dan sarana prasana pendidikan yang memadai serta kemudahan bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan.
Amanat konstitusi tersebut tentu menjadi angin segar bagi warga negara. Namun, tatkala hal tersebut diabaikan, maka Ia akan menjadi “duri” yang dapat menaru luka berkepanjangan. Berkaca pada realitas pendidikan di Indonesia hari ini, cukup sulit untuk menyatakan bahwa hak atas pendidikan telah terpenuhi. Bahkan sangat jauh dari itu.
Bukti kegagalan pemenuhan hak atas pendidikan cukup mudah ditemui. Rasanya, tidak perlu membutuhkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pendidikan atau rujukan internasional seperti data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Cukup berkunjung ke sudut-sudut institusi pendidikan atau mendatangi pelosok daerah saat jam sekolah, maka potret kelam hak warga negara untuk memperoleh pendidikan akan didapati.
Sekolah Seharga Nyawa
Salah satu bentuk kegagalan pemerintah dalam pemenuhan hak atas pendidikan dapat dilihat dari perjuangan anak-anak Desa Masungkang, Kec. Batui Selatan, Kab. Banggai Sulawesi Tengah untuk mengakses pendidikan di SMP 5 Batui Satu Atap. Setiap harinya, mereka harus menyebrangi sungai dengan lebar sekitar 50 Meter untuk memperoleh pendidikan.
Ketika musim penghujan tiba seperti saat ini, para siswa tidak dapat bersekolah selama berhari-hari akibat banjir dan derasnya arus Sungai. Sebagian dari para siswa ada pula yang bertaruh nyawa menyebrangi Sungai dengan bantuan orang tuanya. Kegiatan ini telah berlangsung lama dan telah menelan korban pula. “Kami butuh jembatan”, agar kami bisa sekolah. Tutur salah satu siswa (Juli, 2024).
Tanggungjawab Pemerintah Daerah
Sejalan dengan diterapkannya otonomi daerah, maka terjadi pelimpahan sebagian tanggungjawab dan kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, salah satunya terkait pemenuhan hak warga negara atas pendidikan. Merujuk pada ketentuan UU 23/2014, penyelenggaraan pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat; pendidikan menegah SMA/MA atau sederajat menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi; dan pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini, dan pendidikan nonformal menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
Berpijak pada hal tersebut, jika dikaitkan dengan perjuangan anak-anak Desa Masungkang untuk memperoleh pendidikan, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai menjadi pihak yang harus betanggungjawab. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Banggai wajib menyusun kebijakan yang mempermudah para siswa memperoleh pendidikan, salah satunya dapat melalui pengalokasian anggaran APBD untuk pembangunan jembatan gantung sebagaimana aspirasi masyarakat.
Di tahun 2024, pendapatan daerah Kabupaten Banggai mencapai total 3,1 Triliun. Dengan angka yang sebesar itu, alokasi anggaran untuk pembangunan jembatan gantung untuk para siswa di Desa Masungkang tentu tidak terlalu berat. Terlebih, pendapatan daerah tersebut adalah ”Uang Rakyat“. Jika masih dianggap berat, maka pengalokasian anggaran untuk pembangunan jembatan gantung tersebut dapat dilakukan secara multi years. *
Penulis adalah Relawan Abdi Generasi (Relasi)
Discussion about this post