Oleh: Muhadam Labolo
SECARA teoritik para pemimpin di produk lewat dua cara, _leaders are born or leaders are made/created._ Dalam pola kepemimpinan traditional pemimpin dilahirkan turun-temurun (genetik). Model _monarchi_ semacam itu telah eksis dan paling tua di muka bumi. Memasuki abad 19, produktivitas pemimpin dengan model tersebut kehilangan legitimasi seiring menguatnya teori sosial dan ekologis dalam sistem politik modern.
Sebagai antitesa dari pola traditional itu, produk pemimpin di kreasi lewat dua kanal, yaitu organisasi birokrasi-pemerintahan dan sosial (Wasistiono, 2017). Kelompok eksekutif itu terdiri dari kaum birokrat sipil maupun militer. Mekanisme rekrutmen lewat seperangkat _selection (merit system)._ Produknya bisa dilihat pada hampir semua institusi yang melahirkan kepemimpinan pemerintahan (birokrasi sipil & militer) sesuai kebutuhan masing-masing.
Diluar itu, kepemimpinan di produk lewat organisasi sosial. Mereka bisa datang dari infrastruktur politik, _interest group & pressure group._ Kelompok pertama berbasis partai, sisanya ormas. Mekanisme rekrutmen pemimpin di internal partai memiliki pola relatif sama. Ada parpol yang bersandar pada sistem, tapi tak sedikit yang bersandar pada populisme figur. Sisanya mengintegrasikan keduanya, sistem dan figur pemimpinnya. Untuk berkompetisi lebih jauh, produk kepemimpinan dilakukan lewat mekanisme _election (public election system)._
Sementara kelompok berbasis ormas pola rekrutmen mengandalkan kharisma, populisme spiritualitas, profesionalitas dan senioritas. Untuk masuk kedalam sistem, kedua kelompok di atas tak jarang berkompetisi lewat seleksi alam. Semakin populer semakin diminati publik yang oleh masing-masing kelompok disaring secara internal. Parpol yang mengalami krisis kepemimpinan tak jarang mengambil kaum populis terbaik dari ormas (tokoh agama dan masyarakat), artis serta eks birokrat (sipil dan militer).
Semua basis kepemimpinan yang lahir dari dua kanal utama di atas sengaja di desain sesuai kebutuhan masing-masing. Kepemimpinan organisasi birokrasi (sipil dan militer) punya karakteristik berbeda dengan kepemimpinan sosial politik. Dalam sains, kepemimpinan pertama banyak dipelajari lewat manajemen dan administrasi. Sementara kepemimpinan kedua lazim dipelajari melalui sosiologi dan politik. Pertanyaan dalam konteks ini, kepemimpinan macam apa yang kita perlukan dalam pengisian penjabat kepala daerah dimasa transisi menuju pemilu serentak 2024.
Discussion about this post