Luwuk Times – KPU Kabupaten Banggai menggelar Sosialisasi Pencegahan Black Campaign dan Hoax Dalam Pemilu 2024, Senin (13/02/2023).
Sosialisasi ini menghadirkan pemateri Anggota KPU Sulawesi Tengah Dr. Sahran Raden dan Anggota Bawaslu Sulteng, dengan peserta sosialisasi terdiri dari Kesbangpol Banggai, Kominfo Banggai, Akademisi Untika dan Unismuh, LSM GAM, Perwis, WIA, Kalangan Pers, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Adat, serta beberapa Anggota PPK dan PPS.
Ketua KPU Banggai Zaidul Bahri Mokoagow, dalam sambutannya mengatakan dengan majunya teknologi informasi, pemanfaatan media sosial di dalam masyarakat tentu berita hoax dan black campaign semakin menyebar.
“Ini tidak hanya menyebar di masyarakat tetapi juga menyebar antar peserta pemilu bahkan kadang-kadang mengarah kepada penyelenggara pemilu,” ucapnya.
Kehadiran Anggota KPU dan Bawaslu Sulteng sebagai pemateri, kata Zaidul, semoga bisa memberi pencerahan kepada semua peserta terkait dengan bagaimana menangani dan mencegah bahwa black campaign dan Hoax.
Dalam materinya, Dr. Sahran Raden mengatakan Pemilu Tahun 2024 terdapat tiga konteks :
- Pemilu ini adalah arena kontestasi politik untuk memilih pemimpin yang mengelola pemerintahan baik itu disebut eksekutif maupun legislatif
“Pemilu itu adalah konflik yang terlembagakan. Jadi Pemilu itu adalah arena kontestasi dan mengarah pada konflik maka pasti kalau membiarkan begitu saja yaitu akan mengguncang tatanan demokrasi kita terutama pada saat pemerintahan yang terpilih,” ucap Sahran.
- Pemilu itu berfungsi untuk memberikan jaminan partisipasi politik rakyat. Mereka yang terpilih sebagai anggota DPR DPD DPRD itu adalah merupakan representasi politik dari warga karena mereka mewakili masyarakat yang memilih mereka. Maka itu di dalam sendi sendi Pemilu itu ada namanya dengan daerah pemilihan.
- Pemilu itu dianggap sebagai satu sirkulasi kepemimpinan yang dilaksanakan secara damai dan konstitusional. “Bagaimana sirkulasi pergantian kepemimpinan secara konstitusional yang dilaksanakan 5 tahun sekali ini,” ucapnya
Sistem Pemilu Indonesia, kata Sahran, sudah sesuai dengan masyarakat yang multikultural.
Pemilu 2019 hingga Tahun 2024, kata komisioner 2 periode ini, terdapat banyak tantangan-tantangan yang dihadapi karena masyarakat yang multikultural dengan berbagai macam suku agama ras, dan aliran politik.
Sahran mengidentifikasi, ada 4 tantangan besar Pemilu di era masyarakat Multikulturalisme.
Pertama adalah politik identitas, merupakan perilaku politik yang mengarah pada perbedaan mayoritas dan minoritas. Menjadikan suku agama dan ras itu sebagai kekuatan-kekuatan untuk menanamkan motivasi.
Kedua itu adalah penggunaan isu SARA. Bagaimana menghubungkan antara relasi agama dan negara, terkadang pemicu utama di dalam masyarakat multikultural.
Ketiga, penyebaran ujaran kebencian melalui berita hoax, dengan dalih pandangan atas kebenaran.
Sahran mengambil satu hasil survey yang dilakukan oleh algoritma researc dan konsumtif, apa yang dikhawatirkan terjadi dalam konteks Pemilu kita tahun 2024 yang akan datang.
Diantaranya, terdapat hal-hal negatif sebesar 90-92% menghawatirkan bahwa di Pemilu tahun 2024 masih ada terjadinya isu-isu yang berkaitan dengan konten hoax dan disinformasi pemilu di masyarakat.
Selanjutnya, adalah kampanye hitam antar pendukung kandidat. Pilpres dengan hanya 2 Paslon semakin memperbesar polarisasi,
Praktik politik uang oleh kandidat ini selanjutnya menjadi kekhawatiran masyarakat.
Terakhir, adalah penggunaan simbol-simbol identitas yang didasarkan pada isu SARA sebesar 89,5%.
Sosialisasi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Akademisi Untika dan Unismuh mengajukan pertanyaan, juga WIA, dan Tokoh Adat.
Tokoh Agama yakni Ketua MUI Kabupaten Banggai Zainal Abidin Alihamu memberikan harapannya bahwa KPU juga bisa berperan penting dalam menyatukan umat. *
Discussion about this post