JAKARTA, Luwuk Times— Indeks Keselamatan Jurnalis 2024 yang baru-baru ini diluncurkan Jurnalisme Aman-Yayasan Tifa bersama Populix menemukan tingginya praktik penyensoran berita yang dilakukan atas dorongan eksternal maupun dengan kemauan sendiri.
Praktik ini merupakan wujud naluri pertahanan diri media terhadap ancaman yang muncul dari berita dengan kontroversi berlebih.
Dewan Pengawas Yayasan Tifa, Natalia Soebagjo, menjelaskan praktik penyensoran berita saat ini cukup sering terjadi di dunia jurnalistik.
Mulai dari permintaan revisi judul, penggantian diksi, mengubah isi, hingga mengganti foto yang dicantumkan.
Hal ini terjadi atas dasar tekanan eksternal maupun kerelaan sendiri, sebagai bentuk pertahanan diri dari ancaman represi juga kontroversi.
“Karena terjadi di balik meja redaksi, praktik ini acap kali tidak terlihat. Hal ini tentu berdampak besar dalam informasi yang nantinya diterima oleh publik. Padahal, sebagai salah satu pilar utama demokrasi, media massa berperan penting dalam mengawasi, mengevaluasi, mengingatkan, juga memberi kritikan terhadap pemerintahan melalui informasi yang akurat dan tanpa bias,” kata Natalia.
Penyensoran Berita
Manajer Riset Sosial Populix, Nazmi Haddyat, menjabarkan bahwa dari 760 jurnalis aktif yang menjadi responden survei, 39% persen pernah mengalami penyensoran berita.
Praktik ini dilakukan atas dorongan berbagai pihak eksternal, mulai dari redaksi maupun pemilik media, organisasi masyarakat (ormas), sponsor/klien, juga aparat dan pemerintah.
Berdasarkan wilayah, jurnalis di Sumatera, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Maluku-Malut, dan Papua paling banyak mengalami sensor dari redaksi.
Sementara jurnalis di Kalimantan dan Sulawesi mengaku lebih sering menghadapi sensor dari organisasi kemasyarakatan.
Tak hanya itu, 56% jurnalis juga mengaku pernah melakukan penyensoran secara mandiri atau swasensor.
Sekitar 18% di antaranya bahkan hampir selalu melakukan penyensoran setiap kali ada berita sensitif.
Praktik ini tak hanya dilakukan oleh jurnalis tetap, namun juga jurnalis kontrak dan jurnalis kontributor (pekerja lepas).
Bersambung halaman selanjutnya
Discussion about this post