Oleh: Moh. Putra Rasyida, S.H
DIKANCAH pemerintahan Indonesia, Kepala Desa menempati posisi strategis sebagai pemimpin di tingkat paling lokal. Sosok mereka seringkali digambarkan sebagai figur sentral yang memegang kendali penuh atas desa. Meskipun memimpin di tingkat desa, Kepala Desa tidak memiliki kekuasaan absolut seperti raja.
Berbeda dengan monarki absolut, dimana segala sesuatu ditentukan atas kehendak pribadi. Kepala Desa di Indonesia terikat oleh aturan dan hukum yang jelas. Hal ini menandakan bahwa mereka tidak memiliki kekuasaan tak terbatas, melainkan mengemban tanggung jawab untuk mematuhi hukum yang berlaku. Prinsip ini berlaku dalam berbagai aspek, termasuk kebijakan pembangunan, pengelolaan anggaran, dan seluruh aspek pemerintahan desa.
Peran Kepala Desa tidak hanya sebatas patuh pada aturan. Mereka juga didorong untuk menjadi agen perubahan yang membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi desanya. Peran ini menuntut mereka untuk melibatkan seluruh komunitas desa dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Pendekatan partisipatif ini memastikan bahwa suara dan aspirasi semua warga desa didengar dan diakomodasi.
Sebagai agen perubahan, kepala desa diharapkan mampu menggali potensi desa dan merumuskan strategi pembangunan yang tepat. Hal ini membutuhkan kepemimpinan yang visioner, inovatif, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Kemampuan komunikasi yang baik dan interpersonal skill yang mumpuni juga menjadi kunci untuk membangun sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar desa.
Penerapan supremasi hukum dalam pemerintahan desa bukan hanya jaminan kepastian hukum bagi masyarakat, tetapi juga benteng kokoh untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Dengan menjunjung tinggi prinsip ini, kepala desa dapat memastikan bahwa setiap kebijakannya tidak hanya legal, tetapi juga berdampak positif bagi kemajuan sosial, ekonomi, dan lingkungan desa.
Supremasi hukum juga menjadi landasan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan desa. Setiap rupiah dana desa yang digunakan harus dipertanggungjawabkan secara jelas dan terbuka kepada masyarakat. Hal ini membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah desa dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan desa.
Keberpihakan kepada supremasi hukum turut membangun hubungan harmonis antara pemerintah desa dan warganya. Tercipta atmosfer saling percaya dan kolaboratif, di mana setiap warga merasa dihargai dan didengar dalam proses pembangunan lokal. Desa yang menjunjung tinggi supremasi hukum akan melahirkan rasa keadilan dan kesetaraan bagi semua warga, memicu semangat gotong royong dan partisipasi aktif dalam mewujudkan kemajuan desa bersama.
Konsep “Kepala Desa Bukanlah Raja” bukan sekadar frasa yang diucapkan, melainkan cerminan dari semangat demokrasi dan pemerintahan yang baik di tingkat desa. Kepatuhan terhadap hukum sebagai prinsip utama adalah kunci untuk memastikan bahwa pemerintahan desa dapat berfungsi efektif, memberdayakan masyarakat, dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam era otonomi daerah yang semakin kuat, keberadaan kepala desa yang menjunjung tinggi supremasi hukum menjadi landasan penting untuk membangun desa yang maju dan berdaya saing global. Desa yang dikelola dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan akuntabel akan menarik investasi, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, penting untuk selalu mengingat bahwa kepala desa bukanlah penguasa mutlak. Mereka adalah pemimpin yang bertanggung jawab, bekerja berdasarkan keadilan dan kepentingan umum. Masyarakat desa, dengan kesadaran dan partisipasi aktifnya, juga memegang peranan penting dalam mengawasi dan mendukung kinerja kepala desa agar tercipta pemerintahan desa yang bersih, transparan, dan akuntabel. *
Penulis adalah Advokad
Discussion about this post