LUWUK, Luwuk Times.ID— Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banggai, Ustad Zainal Abidin Alihamu sukses membakar emosi ratusan jamaah shalat ied di masjid Al-Karim Kaleke Luwuk, Kamis (13/05/2021).
Isi khutbah dai yang biasa disapa ustad Zen dengan memilih judul Idul Fitri Bersimpuh di Kaki Ibu ini, membuat ratusan jamaah meneteskan air mata.
Belum lagi lantunan suara merdu ustad Alimudin yang menjadi imam shalat 2 rakaat itu menambah kesedihan jamaah dalam menyambut hari kemenangan tersebut.
Berikut kutipan khutbah Ustad Zen di masjid itu.
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر الله اكبر
Allahu akbar kabiiraa walhamdulillahi katsiiraa, wasubhaanallahi bukrataw-wa ashiila, la ilaaha illallahu wahdah shadaqa wa’dah, wanashara ‘abdah wa-a’aazza jundahu, wahazamal ahzaaba wahdah. Laa ilaaha illallaah wallaahu akbar allaahu akbar walillaahil hamd
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Alhamdulillah hari ini kita berkumpul kembali di rumah Allah yang suci. Sejak tadi malam hingga pagi hari ini, kaum muslimin di seluruh dunia mulai dari ujung barat hingga ujung timur, serentak mengucapkan takbir, tahmid dan tahlil sebagai pengakuan dan pernyataan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Kita sudah ruku dan sujud dihadapan Allah, maka segala formalitas pagi ini kita tanggalkan, pangkat, jabatan, kedudukan dan kehormatan, kekayaan yang pada hari lain jadi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, si pejabat dan bukan pejabat atasan dan bawahan, antara majikan dan pembantu, antara sarjana dan bukan sarjana hari ini kita tanggalkan, karena manusia duduk pada derajat yang sama di hadapan Allah, pembeda seseorang dengan yang lainnya terletak pada jiwa mereka yang paling taqwa.
Dengan sendirinya mungkin saja orang miskin lebih baik dari orang terhormat, bawahan lebih mulia ketimbang atasan, pembantu lebih berharga dari pada majikan, bila ternyata rakyat jelata lebih tinggi tingkat pengabdianya kepada Allah Swt.
Di hari yang fitri ini, walaupun saat ini kita dalam masa pandemi, namun alhamdulillah, pagi ini kita masih diberi kekuatan untuk merayakan hari kemenangan yang penuh kebahagiaan. Semoga kita dianugerahi umur yang panjang sehingga dapat kembali menikmati kelezatan ibadah pada Ramadhan yang akan datang.
Hari ini merupakan hari untuk kesekian kalinya, kita kembali dinobatkan menjadi alumni madrasah Ramadhan. Sebuah makna yang mengantarkan kita untuk tidak hanya sekedar menjadi insan ramadhani, yang seolah-olah hanya menjadi hamba yang taat di bulanan Ramadhan saja, aktifitas dan semangat beribadahnya menjadi kendor tatkala ia telah sampai di penghujung Ramadhan.
Seharusnya madrasah Ramadhan dengan segala ibadah yang disyariatkan didalamnya membentuk kita menjadi insan Rabbani, yang menjadikan Ramadhan sebagai tempat persinggahan sementara, mengumpulkan bekal, mengasah ketajaman semangat dan tekad, untuk membangun kembali pondasi iman yang mungkin telah sedikit rusak bahkan hampir runtuh sama sekali dengan banyaknya maksiat yang kita lakukan. Kemudian setelah melewati persinggahan ini , seorang muslim Rabbani telah memiliki bekal cukup dan siap bertarung untuk menjalani beratnya perjalanan sebelas bulan berikutnya. Disinilah pentingnya ISTIQAMAH dalam menjalankan ketatan bukan hanya taat pada saat bulan Ramadhan tetapi bagaimana kita bisa meramadhankan Ramadhan sesudah ramadhan.
Allah berfirman dalam surah albaqarah ayat 185.
ولتكمل العدة ولتكبروا الله علي ماهداكم ولعلكم تشكرون
“… dan hendaklah kalian menyempurnakan bilangan harinya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kalian bersyukur”. (Albaqarah 185)
Idul fitri seringkali di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai hari kembali ke fitrah. Secara harfiyah sebenarnya idul fitri berarti kembali berbuka, tetapi mungkin karena fitrah yang paling mendasar ialah kebutuhan makan dan minum, maka hari raya ini akhirnya dikenal sebagai hari kembali ke fitrah. Karena itu kembali ke fitrah kita harus singkronkan dengan arti harfiyahnya yakni kembali meraih kemakmuran.
Bahwa manusia sejak lahirnya membutuhkan makan dan minum tangis si bayi menandai bahwa ia lapar setelah lama di tinggalkan ibunya. Ia berontak untuk segerah menyusu. Ini berarti hidup dan kehidupan itu tak lepas dari “makan dan minum “. Artinya semua orang ingin merasakan kemakmuran.
Dalam pergaulan kita sehari-hari, persaingan mencari kemakmuran semakin terasa kejam, sehingga tidak sedikit orang yang menagisi hidupnya. Jika seorang bayi menangis karena ditinggalkan ibunya maka kaum tertindas orang-orang miskinpun menangis karena tidak diperhatikan oleh ibu pertiwinya, oleh negara dan lingkungan sosialnya.
Alangkah kejamnya seorang ibu yang tidak menyusukan bayinya, dan membiarkanya menangis tanpa henti. Dalam hidup bermasyarakat dan bernegara pun demikian, alangkah kejamnya kehidupan bermasyarakat dan bernegara jika masyarakat lemah, kaum fuqara dan masakin, anak-anak yatim dan orang-orang terlantar lainya dibiarkan hidup tertindis dan tertindas.
Mereka tidak punya tempat mengadu selain berdoa kepada Allah Swt. Maka secara imani, mungkin saja malapetaka yang akhir-akhir ini banyak melanda negeri kita ada hubunganya dengan sakit hatinya orang-orang miskin.
Ingat doa yang paling cepat diterima oleh Allah dan paling cepat mendatangkan bencana ialah doanya orang-orang tertindas yang dizhalimi. Dalam hadis bukhari Rasulullah bersabda.
“ Wattaqu da’watal mazlum fainnahu laisa bainaha wa bainallahi hizaaban”. “Takutlah kamu kepada doanya orang-orang tertindas, sebab antara dia dengan Allah tidak ada tirai penghalang (doanya akan pasti terkabul)”
Mengertilah kita sekarang, mengapa zakat yang kita keluarkan kemarin disebut zakat fitrah. Karena zakat itu telah mengingatkan kita pada fitrah kasih sayang dalam hati nurani kita. Zakat fitrah mengenangkan kita betapa selama ini kita telah melupakan penderitaan saudara-saudara kita.
”Berikan uangmu Tiga Puluh Ribu Rupiah kepada fakir miskin sebelum hari raya idul fitri itu lebih berharga dari pada lima puluh ribu rupiah sesudah idul fitri.
Sambung Ustad Zen, kita sudah menyampaikan sanjungan kepada Allah. Kita sudah ruku dan sujud dihadapan-Nya. Marilah kita beristighasoh pada hari yang penuh berkah ini. Dan sejenak kita layangkan pandangan kita ke arah saudara-saudara kita para fuqara wal masakin, mereka yang tidak punya harta dan tidak punya orang tua. Mereka hari ini diliputi rasa sedih. Karena yang beruntung dan bergembira pada hari ini adalah mereka yang saat ini masih punya ayah dan ibu.
Tetapi bagaimana keadaan anak yatim piatu pada hari ini, mereka yang tidak punya ayah dan ibu, mereka merupakan lambang dari manusia yang patut dikasihi, dalam usia muda yang seharusnya mendapat curahan kasih sayang bapak ibu kandungnya sendiri, namun takdir Allah menentukan lain mereka kehilangan orang tua tempat menggantungkan segala harapan.
Bukan kepalang duka nestapanya mereka pada hari ini, kita bisa membayangkan sejak semalam terbayang wajah ayahnya, terkesan roman muka bundanya, diratapinya kebaikan budi ayahnya, ditangisinya cinta kasih bundanya.
Sekembalinya dari masjid mengikuti Shalat ied, orang lain pada tertawa gembira ria, anak yatim piatu malah menangis terisak-isak, ingin pula sebagaimana orang lain yang bersimpuh dihadapan orang tuanya.
Discussion about this post