PALU – Managemen PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS), sepertinya belum bisa tidur nyenyak. Perusahaan pengeolaan sawit di Kabupaten Banggai ini, terus saja menuai kritikkan. Sejumlah warga yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Peduli Banggai menggelar aksi demo PT KLS di Kota Palu, Senin 16 Desember 2024.
Ada dua titik kosentrasi pendemo. Yakni di depan kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulteng.
Masa aksi yang tergabung dari FRAS ST, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulteng, Rasera Project dan Masyarakat Adat Taa Singkoyo itu menuntut pemerintah untuk segera melakukan evaluasi izin Hak Guna Usaha (HGU) dan praktik buruk PT KLS.
Dalam tuntutan, massa aksi menyampaikan bahwa BKSDA Sulteng segera membuka data luasan Suaka Margasatwa (SM) Bangkiriang yang diduga kuat telah ditanami sawit oleh PT KLS.
Pendemo juga menuntut pihak BPN Sulteng untuk mereview luasan dalam permohonan pembaruan izin HGU PT KLS dan meminta PT KLS untuk berani membuka data pembaruan HGU tersebut.
Menurut Koordinator Aksi Firman Bayu, aksi ini dilakukan sebagai bentuk kritik terhadap aktifitas perusahaan yang selama ini dinilai telah melakukan praktik buruknya. Mulai dari perampasan lahan, tidak taat kewajiban hukum dan merusak lingkungan.
“Harusnya ini menjadi perhatian pemerintah dalam mendorong tata kelola perkebunan sawit yang adil dan bersih di Sulteng,” terangnya.
Respon BKSDA Sulteng
Dalam aksi ini pihak BKSDA Sulteng merespon. Instansi itu memberikan pernyataan sebagaimana yang disampaikan Bambang Widiatmoko, Kasubag BKSDA Sulteng.
“Untuk luasan SM Bangkiriang itu tidak ada perubahan luasan sesuai dengan penetapan 12.500 ha. Dan untuk kasus terkait PT KLS, itu tengah diproses di Kementrian pusat. Kami pun di BKSDA Sulteng karena ada perubahan kompisisi struktur, maka kami sedang mengumpulkan kembali data-data terkait. Dan memang persoalannya belum final on proses,” jelasnya.
Perluas Perkebunan Sawit
Merujuk data Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) ST, pada 2021 lalu FRAS ST menemukan fakta bahwa PT KLS memperluas perkebunan sawit sebesar 562,08 hektare di dalam kawasan SM Bakiriang.
Kawasan itu dilindungi keberadaanya. Hal itu berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Menurut FRAS ST, perusahaan mengorganisir masyarakat secara licik. Sehingga terkesan masyarakat yang merambah kawasan konservasi tersebut.
Pada tahun 2017, FRAS ST pernah mengirimkan surat pengaduan dan meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menindak penerobosan SM Bakiriang oleh dua perusahaan, yakni KLS dan BHP.
Balai Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi Wilayah II langsung turun untuk melakukan pengecekan terkait penerobosan SM Bakiriang yang dilaporkan tersebut.
Ganti Rugi
Menurut Wakil Koordinator FRAS ST, Noval A. Saputra, dalam kontekstual kejahatan lingkungan yang dilakukan secara ekstraktif kecenderungannya bisa disaksikan secara faktual bahwa wilayah-wilayah konservasi ditanami perkebunan sawit khususnya di Sulawesi Tengah.
Seperti Taman Buru oleh PT Sinergi Perkebunan Nusantara di Morowali Utara dan Suaka Margasatwa Bakiriang oleh PT Kurnia Luwuk Sejati di Banggai.
Discussion about this post