Yang perlu kita catat, sebagai PPHN memerlukan cakrawala yang jauh ke depan. Bukan mengecilkan fraksi dari unsur partai politik, partisipasi anasir daerah yang terwakili DPD RI jelaslah mempunyai kepentingan kedaerahan. Dirinya sebagai wakil daerah punya keterpanggilan moral bahkan politik untuk memperjuangkan aspirasi dan lainnya, tidak hanya dalam jangka pendek dan menengah per lima tahunan, tapi jauh beberapa dasawarsa.
Bagaimanapun, keberadaan daerah menjadi sentra dan garda kepentingan nasional, dalam konteks teritorial laut, daerat ataupun udara. Memang, Pusat — menurut konstitusi — memiliki kekuasaan besar, bersifat nasional. Tapi, yang mengimplementasikan atau menerima program atau kebijakan Pusat adalah daerah. Pusat menjadi administratur nasional, bahkan pengendali dan arranger. Namun, kita perlu berpikir rasional. Secara komparatif, berapa luas ibukota negara dibanding satuan daerah, dalam kaitan penduduk, pemerintahan dan luasnya teritorial? Sungguh tidak seimbang.
Karena itu, sungguh naif jika dalam perumusan PPHN tidak melibatkan DPD RI secara maksimal. Memang, fraksi dari partai politik bisa mewakili daerah, tapi basisnya konstituen, bahkan entitas daerah. DPD yang berbasis daerah bersifat seluruh lapisan masyarakat daerah tanpa memandang afiliasi politik tertentu. Inilah yang membuat spiritnya relatif beda antara entitas wakil daerah dengan wakil dari anasir partai politik.
Karena itu, karakteristik komitmen dan obesi organ DPD — secara politik dan kebijakan politik — memang beda. Keberdedaan ini pula yang sangat memungkinkan cakrawala organ DPD harus diakomodasi secara maksimal, tidak hanya ikut serta dalam merumuskan PPHN, tapi kewenangannya, yakni membahas dan menetapkan.
Yang perlu kita catat lebih jauh, apakah penguatan kewenangan DPD hanya dalam kepentingan PPHN semata? Jika seluruh penyelenggara negara sama-sama berkomitmen untuk kepentingan nasional, idealnya DPD tidak hanya sebatas kepentingan PPHN semata. Jangan muncul pemikiran “habis manis, sepah dibuang”. Karakter eksploitatif ini tidak kondusif bagi kepentingan bersama kenegaraan. Karena itu, berangkat dari kepentingan konstruksi PPHN yang komprehensif, kini saatnya bagi siapapun yang menjadi anggota dan pimpinan MPR perlu menatap peran kebersamaan DPD RI dalam sistem penataan kenegaraan ini.
Para pimpinan partai politik perlu membuka hati untuk menggelar “karpet merah” agar DPD bisa duduk seimbang dengan spirit nasionalisme. Problem kewenangan DPD yang selama ini dihadapi harusnya diperbaiki dengan kedewasaan DPR dalam memandang kepentingan secara fungsional. Funsgionalisasi secara maksimal dapat dipastikan akan bermuara pada konstruksi kebaikan bagi bangsa dan negara.
Sebagai kader Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI) mendambakan, jika nanti berhasil masuk ke parlemen — apalagi dalam jumlah signifikan — tentu PANDAI akan berjuang ekstra bersama-sama fraksi terbesar MPR RI. Siapakah dia? Siapa lagi kalau bukan Fraksi DPD.
Komitmen politiknya sederhana. PANDAI yang committed untuk daerah yang lebih berdaya, mandiri dan berdaulat, maka kemitraan dengan organ DPD adalah hal strategis. Dan itu bukan semata-mata kemitraan pragmatis, tapi daerah memang harus maju. Perlu kita garis-bawahi, daerah maju, negara — sebagai entitas nasional — pasti maju. Kemajuan daerah menjadi faktor determinan meringankan beban Pusat. Dalam segala hal, apalagi aspek ekonomi. Aspek pertahanan pun akan berbicara jelas.
Akhir kata, konstruksi Haluan Negara memang kebutuhan urgen saat ini. Dan — dalam hal ini — sungguh naif jika proses konstruk PPHN mengabaikan peran DPD. Mereka dari komponen DPD justru kini menjadi ujung tombak untuk ikut sukseskan misi besar rancang-bangun Haluan Negara. *
Penulis adalah Ketua Umum Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI)
Discussion about this post