Salah satu hubungan linear nya ada pada keberadaan mereka sebagai kepercayaan full kepala daerah dalam menyukseskan Visi dan Misi lima tahun ke depan.
Kepala daerah telah memfasilitasi mereka dengan sejumlah anggaran dan sejumlah kewenangan dalam rangka mencapai kinerja pemda, kinerja politik bahkan prestasi pribadi kepala daerah dan keluarga nya.
Semua prestasi kerja ini di laksanakan oleh pejabat administrasi dan pejabat pelaksana sebagai ujung tombak dan garis depan kepala daerah.
Ujung tombak dan garis depan karena mereka adalah eksekutor di lapangan yang mendistribusi perintah, larangan, hak dan kewajiban rakyat dan para pendukung.
Disamping kedudukan nya sebagai Pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk semua program dan kegiatan di setiap unit kerja, mereka pun sebagai pejabat yang bertanggung jawab secara teknis dan yang memegang anggaran atau dana pada saat pencairan.
Kondisi dan fenomena yang di gambarkan diatas inilah merupakan salah satu problem psikologis yang di hadapi para kepala daerah dalam rangka penerapan kebijakan Menpan RB nomor 28 tahun 2019.
Hanya Masalah Mental Saja
Ini masalah mental saja, jika tradisi dan kebiasaan mereka dengan style atau gaya struktural yang membuat mereka happy, saat ini harus segera berubah dengan gaya fungsional yang mengandalkan kompetensi dan profesionalitas.
Mental mensyukuri fasilitas apa adanya dan tunjangan negara sesuai pangkat dan kompetensi harus tertanam dan membathin dalam jabatan baru sebagai pejabat fungsional.
Benturan pendapat dan benturan pendapatan juga menjadi diskusi di birokrasi Pemerintahan daerah.
Dari sisi pendapat pun sangat bervariasi, ada sebagian berpendapat bahwa pejabat struktural lebih enak dari pada pejabat fungsional, sebaliknya ada yang berpendapat justru pejabat fungsional lebih enak dari pejabat struktural. Karena bisa mandiri, tidak di periksa pertanggungjawaban keuangan, dan lain-lain.
Kesenjangan pendapatan antara pejabat struktural dan pejabat fungsional ini yang menjadi problem besar.
Terkesan dan merupakan fakta bahwa pejabat struktural lebih sejahtera dari pada pejabat fungsional sekalipun tidak bahagia dalam tanda kutip.
Sebaliknya pejabat fungsional lebih tidur nyenyak walaupun makan nya sedikit. Tinggal mereka memilih “MAKAN ENAK ATAU TIDUR NYENYAK”.
Bagi mereka yang obyektif dan rasional cara berfikir nya akan memilih tidur nyenyak sebagai pertimbangan yang sangat manusiawi dari pada makan enak, perut kenyang, tidak bisa tidur berakibat berat badan naik, tertumpuk lemak, kolesterol tinggi yang menyebabkan muncul berbagai penyakit birokrasi yang tidak kita inginkan.
Penyakit-penyakit birokrasi yang tidak kita inginkan ini menjadi alasan Presiden Jokowi memerintahkan Men PAN RB Tjahyo Kumolo menerbitkan Permen PAN RB nomor 28 tahun 2019 tentang penyetaraan Jabatan administrasi ke jabatan fungsional.
Jabatan fungsional merupakan pilihan yang tepat bagi birokrasi Pemerintahan Daerah.
Pilihan ini karena isu reformasi birokrasi yang sering di publikasi dan di dengungkan selama ini berjalan di tempat dan tidak mengalami perubahan yang signifikan karena kita masih melihat jabatan struktural sebagai solusi ASN untuk profesional, netral dan sejahtera ( PNS), padahal profesionalitas dan netralitas justru milik pejabat fungsional.
Sangat sulit kita dapatkan di birokrasi Pemerintahan Daerah yang bersikap netral, apalagi netral dalam Pilkada.
Kalau netral atau adil dalam pelayanan masih cukup banyak ASN yang seperti itu.
Pilkada pun telah membuat keretakan birokrasi di daerah dan ada Pemda yang sampai membahas APBD tertunda-tunda karena tarik menarik kepentingan politik.
Pilkada juga sebagai salah satu penghambat utama dalam penerapan berbagai kebijakan pemerintah pusat terkait dengan manajemen ASN, refocusing APBD, dan pengelolaan dana desa dan masih banyak lagi kebijakan-kebijakan yang tidak dapat berjalan secara efektif.
Eranya Pejabat Fungsional di Garda Terdepan Birokrasi
Jika birokrasi Indonesia sukses melakukan perampingan jabatan dan jabatan fungsional lebih di tonjolkan, dapat di pastikan Indonesia dapat mensejajarkan diri dengan negara-negara yang pengelolaan birokrasi terbaik di dunia.
Di Asia, Singapura dan Jepang menjadi negara dengan birokrasi terbaik dan dianggap paling efisien.
Di dunia, negara-negara seperti Swiss, Denmark, Australia, Inggris, Finlandia, dan Norwegia menjadi urutan teratas dalam urusan birokrasi pemerintahan.
Global Innovation Index (GII) edisi 2020 kembali menetapkan Swiss sebagai negara paling inovatif di dunia diikuti oleh Swedia, Amerika Serikat (AS), Belanda, dan Inggris (UK).
Urutan tersebut tak jauh berbeda seperti tahun lalu. Namun, yang terlihat sangat berbeda pada tahun ini adalah Singapura bukan lagi satu-satunya negara di kawasan Asia yang masuk dalam 10 besar.
Selain Singapura yang berada di urutan kedelapan, kini ada Korea Selatan yang menempati urutan ke-10.
Pemberian peringkat itu berdasarkan 80 indikator, mulai dari parameter tradisional seperti investasi untuk penelitian dan pengembangan serta pendaftaran paten dan merek dagang secara internasional, hingga indikator yang lebih baru termasuk pembuatan aplikasi telepon seluler dan ekspor teknologi tinggi.
Ternyata, prestasi sebagai negara terbaik itu karena ada inovasi dan hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok-kelompok jabatan fungsional yang bekerja secara mandiri, dengan kompetensi tingkat tinggi.
Indonesia belum Terlambat, Yuk!!! Para ASN Pejabat Fungsional Adalah Pilihan Terbaik. *
Penulis adalah Arsiparis Ahli Madya Badan Strategi Kebijakan Kementerian Dalam Negeri
Discussion about this post