Oleh: Indra Wati Pakaya
JIKA malin kundang si anak durhaka di dalam legenda yang kita ketahui hanya tidak mau mengakui ibunya yang miskin. Mirisnya malin kundang versi modern saat ini sampai tega menghabisi nyawa orang tuanya.
Belum lama ini viral di media sosial, seorang pedagang ditemukan tewas di sebuah toko perabot kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur. Pelaku nyatanya anak kandungnya sendiri. Pelaku, K (17th) dan P (16th) mengaku kesal dan sakit hati setelah di marahi ayahnya karena dituduh mencuri uang sang ayah. (Liputan6.com, 23/6/2024)
Ditempat yang berbeda, seorang pemuda usia 19 tahun juga tega membunuh ayah kandungnya sendiri lantaran kesal diminta mengantar ayahnya yang sedang stroke ke kamar mandi. (Liputan6.com)
Sungguh miris, dua kasus tersebut hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak kasus malin kundang versi modern yang terjadi saat ini. Kerap kita dapati kriminalitas anak kepada orang tua, orang tua kepada anak, suami kepada istri, dan sebaliknya, hal ini menggambarkan betapa rapuhnya tatanan keluarga dan rusaknya moral generasi saat ini.
Tentu ini menjadi perhatian kita bersama, mengapa generasi saat ini begitu rusak? Bagaimana dengan peran keluarga? Bukankah keluarga adalah bangunan cinta yang harus dijaga? tempat untuk melepas penat, merilis bahagia hingga tercipta kehangatan di dalamnya? Kini terbalik, keluarga menjadi tempat gersang dan menakutkan. Banyak trauma yang di dapati munculnya justru dari anggota keluarga.
Kondisi ini menunjukan adanya problem serius yang harus dibenahi, baik bagi keluarga, lingkungan sekitar, maupun negara. Dan jika kita cermati penyebab utamanya adalah berakar dari paham sekaligus penerapan sistem rusak sekularisme kapitalisme yang ditepakan negara saat ini.
Sistem inilah yang telah merusak dan merobohkan pandangan hidup masyarakat mengenai keluarga beserta tatanannya. Sekularisme melahirkan manusia-manusia miskin iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, rapuh dan kosong jiwanya.
Kapitalisme juga menjadikan materi sebagai tujuan dan abai kepada keharusan untuk birrul walidain (berbakti kepada orangtua) sehingga anggota keluargapun dianggap harus bisa memberi manfaat materi. Jika tidak bisa memberi manfaat lebih baik disingkirkan, tanpa peduli sekalipun itu orang tuanya sendiri.
Disamping itu, sistem pendidikan sekuler juga tidak mampu melahirkan anak-anak yang berbakti kepada kedua orangtua serta menjauhkan generasi dari ketaatan terhadap hukum Allah. Sehingga lahirlah generasi rusak, rusak pula hubungannya dengan Allah.
Penerapan sistem hidup sekuler kapitalisme sebagai paham yang menyingkirkan agama dari kehidupan telah gagal memanusiakan manusia. Sebab, fitrah dan akal tidak terpelihara serta menjauhkan manusia dari tujuan penciptanya yaitu sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi alam semesta.
Tentu hal ini jauh dari islam, Islam mendidik generasi menjadi generasi yang memiliki kepribadian islam yang kokoh, serta taat kepada syariat. Termasuk berbakti kepada kedua orang tua sebagaimana yang diperintahkan Allah di dalam Qur’an surat Luqman ayat 14. Islam yang sesuai fitrah manusia akan menjaga akal agar tetap sehat dan waras. Hingga mampu untuk mengendalikan emosi. Islam juga memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari tindak kriminal.
Lingkungan masyarakat akan di bentuk untuk senantiasa kondusif agar generasi mudah menerima teladan kebaikan dari lingkungan sekitar. Suasana amar ma’ruf nahi mungkar senantiasa dihidupkan sehingga tidak ada lagi perilaku buruk yang diadopsi dengan mudah.
Dan negara pun akan menerapkan sistem sanksi yang menjerakan hingga dapat mencegah segala bentuk kejahatan termasuk kekerasan anak kepada orang tua.
Kini sudah saatnya masyarakat sadar dan beralih dari sistem kufur kapitalisme kepada sistem Islam, karena selama sistem sekuler kapitalisme masih diterapkan di negeri ini, maka kasus malin kundang atau anak durhaka terhadap orang tua akan terus kita jumpai, sebab negara abai terhadap pembentukan kepribadian generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Wallahu ‘alam bisshowab *
Penulis adalah Aktivis Dakwah
Discussion about this post