Sebagai lembaga kontrol, harusnya DPR menergur keras penyalahgunaan kekuasaan dengan menggunakan hak interpelasi atau hak bertanya. Tapi, kooptasi yang terjadi terhadap seluruh fraksi yang ada, kecuali PKS dan Demokrat, membuat parlemen tak bisa berkutik. Suara lantang dari fraksi non koalisi tak akan pernah mempengaruhi output kebijakan. Inilah yang membuat tata-laksana pemerintahan seperti tak tersentuh lembaga pengawas (legislatif).
Sketsa politik itu menggambarkan posisi dan hak rakyat kian dirugikan. Negara pun sejatinya jadi korban, dalam bentuk keberantakan sistem dalam berbagai sektor: politik itu sendiri, ekonomi, pertahanan dan lainnya. Pada puncaknya, kondisi negara dalam posisi lemah, tak berwibawa bahkan hilang kedaulatan. Atas nama ketertarikan untuk menguasasi sumber daya alam dan mineral yang ada di Bumi Pertiwi ini tidak tertutup kemungkinan muncul negara atau bangsa lain yang berusaha mencaploknya. Dan gejalanya sudah terlihat. Tinggal tunggu waktu tepat untuk mengeksekusinya. Mengerikan.
Untuk mencegah panorama itu semua, maka – dalam sistem demokrasi dan konstitusional – harus muncul kesadaran publik untuk berpartisipasi politik. Dan untuk menghindari keterulangan kekecewaannya, maka alternatif langkahnya adalah melirik partai baru, ikut memperkuat partai harapan baru sebagai kanal penyambung lidah rakyat. Dalam hal ini ide penyederhanaan partai secara kuantitatif sungguh tak relevan, sekaligus membonsai hak-hak rakyat dalam berdemokrasi. Yang perlu kita catat, penyederhanaan partai tidak otomatis terciptanya kinerja politik parlemen sesuai jatidiri partai, yakni pro total terhadap kepentingan rakyat. Maka, kehadiran partai baru bisa menjadi harapan baru untuk mengkanalisasi kepentingan publik yang selama ini tidak terakomodasi.
Kita bisa memahami, mengapa sikap politisi di lembaga legislatif asyik dengan kepentingan sempitnya. Hal ini tak lepas dari proses politiknya saat menuju parlemen yang high cost. Mekanisme politik yang demikian mahal mendorong mereka yang telah manggung itu lebih terkonsentrasi pada upaya bagaimana mengembalikan pundi ekonominya. Karena itu, tak terlalu bersemangat dalam memperjuangkan hak-hak rakyat. Setidaknya, kepentingan rakyat tidak menjadi prioritas utama.
Perilaku politik Dewan itu – harus kita catat pula – sebagai dampak dari destruktif sistem proporsional terbuka yang kita anut sekarang. Kita tahu, sistem proporsional terbuka ini tidak hanya mengantarkan kompetisi yang demikian vulgar, tapi hanya mengantarkan kalangan pemodal yang kuat. Kekuatan oligarki ini jelaslah menutup celah kalangan potensial berkualitas dan berintegritas. Mereka tersingkir oleh para kandidat the haves, tanpa membedakan secara jernih kapasitas, moralitas dan keintegritasannya.
Karena itu, sistem pemilu itu perlu direview kembali, sekaligus menjauhkan diri dari gagasan penyederhanaan partai. Yang perlu dicatat, partai politik – sebagai salah satu pilar demokrasi – harus mampu menentukan arah kualitas bernegara dan berbangsa. Karena itu, partai baru yang siap dihadirkan bukan sekedar wadah. Tapi, partai yang memang punya visi-misi yang relatif beda dengan partai-partai yang ada.
Memang, cukup mudah untuk membuat visi-misi partai. Tapi, yang jauh lebih krusial dan urgen adalah membangun karakter politisi yang berintegritas, nasionalis sejati, lebih terpanggil untuk mengabdi (melayani), bukan berlomba untuk memenuhi kepentingan sempitnya. Terjauh dari perilaku aji mumpung (capedium). Tidak menjadikan partai sebagai arena transaksional yang pasti menomorsekiankan kepentingan publik.
Itulah platform partai baru yang harus digelorakan sekalgus disosialisasikan ke seluruh elemen publik. Dalam hal ini, Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI) kebebulan telah menggariskan kebulatan tekad yang terumuskan dalam visi-misi partai yang committed to kemandirian, keberdaulatan dan keberdayaan daerah sebagai platform solusi di tengah krisis multidimensi negeri ini, sekaligus krisis citra partai yang ada.
Kesadaran publik sangat diperlukan. Untuk bersama-sama memperjuangkan komitmen besar keindonesian dari berbagai bidang. Tanpa kebersamaan, partai manapun termasuk yang telah exist tak akan berdaya. Yang perlu dicatat adalah, kebersamaan dan membesarkan partai alternatif ini semata-mata untuk mengubah sekaligus memperkuat basis fraksi yang sejauh ini terkategori terus menunjukkan keberpihakannya pada kepentingan rakyat.
Jika PANDAI hadir di Senayan dengan komposisi jumlah signifikan, ditambah partai baru lainnya yang juga sejalan dengan komitmen dan tekad restoratif, maka persekutuannya akan menjadi kekuatan pengimbang yang strategis. Di parlemen, persekutuan baru ini akan mewarnai dinamika politik parlemen dalam kaitan produk legislasi yang pro rakyat. Di sisi lain, dalam kaitan fungsi pengawasan, fraksi-fraksi persektuan baru ini bisa menjalankan fungsinya secara maksimal, tanpa dibayang-bayangi recall partai. Implikasinya, pihak eksekutif pun akan menjalankan roda kekuasaannya berlandaskan aturan yang jelas, bukan semena-mena. Kontrol maksimal itu – pada akhirnya – akan mengantarkan suatu sistem pemerintahan yang efektif, yang selalu sejalan dengan amanat rakyat dan atau konstitusi.
Itulah urgensinya kehadiran partai baru yang dapat dijadikan kanal aspirasi rakyat. Kehadirannya akan mengubah konfigurasi kekuatan politik (fraksi) di parlemen yang perbandaingannya 470 : 105 kursi (didominasi partai koalisi). Sepanjang tak ada perubahan fundamental pada konfiguasi komposisi (kursi di parlemen), maka sepanjang itu pula hak-hak rakyat akan selalu dikebiri. Minimal, dipandang sebelah mata. Inilah urgensinya, kehadiran partai baru, bukan hanya perlu tapi harus. Agar, rakyat dapat merasakan dan atau mendapatkan hak asasinya secara proporsional dan semestinya.
Akhirnya, perlu disampaikan adagium: tak semua orang jahat. Juga, tak semua partai jahat pula. Masih ada politisi yang barhati “malaikat”. Juga, masih ada partai harapan baru yang siap kobarkan pengadiannya sesuai hati malaikat. Inilah yang kita pertaruhkan bersama. Perlu kebersamaan. Agar misi besar sesuai visinya dapat membahagiakan rakyat. Sesuai tujuan mendirikan partai. *
Jakarta, 19 Mei 2021
Penulis adalah Ketua Umum Partai Negeri Daulat Indonesia (PANDAI)
Discussion about this post