IKLAN
Opini

Memahami Esensi Perselisihan Hubungan Industrial: Prosedural PHK dalam UU Cipta Kerja

668
×

Memahami Esensi Perselisihan Hubungan Industrial: Prosedural PHK dalam UU Cipta Kerja

Sebarkan artikel ini

4. Perusahaan tutup disebabkan keadaan memaksa (force majeur);

5. Terdesaknya perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;

6. Perusahaan pailit;

7. PHK diajukan pekerja karena alasan pengusaha menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja; menyuruh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan UU; tidak membayar upah 3 bulan berturut-turut; tidak memenuhi kewajiban yang dijanjikan; memerintahkan pekerja melakukan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja;

8. Adanya putusan pengadilan yang menyatakan pengusaha tidak melakukan poin g dan pengusaha memutuskan untuk melakukan PHK;

9. Pekerja mengundurkan diri atas kemauan sendiri;

10. Karyawan mangkir 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis dan bukti yang sah, dan telah dipanggil secara patut dan tertulis 2 kali;

11. Melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, dan telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga;

12. Pekerja tidak dapat bekerja selama 6 bulan akibat ditahan pihak berwajib karena dugaan tindak pidana;

13. Sakit atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat bekerja setelah melampaui batas 12 bulan;

Baca:  Setelah DPRD, Giliran Mahasiswa Desak Pemda Tolak UU Cipta Kerja

14. Memasuki usia pensiun;

15. Meninggal dunia.

PHK karyawan harus dilakukan menurut prosedur yang diatur dalam PP No 35 Tahun 2021 tentang PKWT, alih daya, waktu kerja, waktu istrahat dan Pemutusan Hubungan kerja (PHK) Pasal 37-40 dan UU Ketenagakerjaan Pasal 157A. Berikut ini ringkasan prosedur pemutusan hubungan kerja:

1. Pengusaha memberikan surat pemberitahuan PHK kepada karyawan bersangkutan atau serikat pekerja, yang memuat maksud, alasan, serta kompensasi dan hak karyawan lainnya, yang disampaikan secara sah dan patut, paling lambat 14 hari sebelum PHK.

2. Apabila karyawan telah menerima surat pemberitahuan dan tidak menolak PHK, maka pengusaha harus melaporkan PHK kepada Kementerian Ketenagakerjaan atau Dinas Ketenagakerjaan di provinsi dan kabupaten/kota.

3. Apabila karyawan yang telah menerima surat pemberitahuan menyatakan menolak PHK, maka karyawan bersangkutan harus membuat surat penolakan PHK disertai alasannya paling lambat 7 hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.

4. Perbedaan pendapat mengenai PHK harus dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dan karyawan atau serikat pekerja.

Baca:  Bom Waktu Pilkada

5. Apabila perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, maka penyelesaian PHK tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai peraturan perundang-undangan.

6. Selama penyelesaian perselisihan PHK, pengusaha dan karyawan tetap melaksanakan hak dan kewajibannya sampai selesainya proses di pengadilan hubungan industrial (PHI).

7. Pengusaha dapat melakukan skorsing karyawan yang sedang dalam proses PHK dengan tetap membayar upah dan hak lain yang biasa diterima karyawan.

8. Setelah keluar penetapan dari PHI, pengusaha wajib membayar kompensasi PHK kepada karyawan, yaitu uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.

Dalam hubungan ketenagakerjaan memuat adanya perjanjian kerja atau status kontrak karyawan yang menjadi acuan setiap karyawan menjalankan tanggungjawabnya, sehingga penting bagi setiap karyawan apabila ada hal-hal yang kemudian tidak berkesesuaian dengan kontrak atau adanya pertententangan hubungan industrial maka bentuk penyelesaian nya harus sesuai prosedural sebagaimana yang di atur dalam UU Cipta kerja dan mekanisme penyelesainnya. *

Penulis adalah Staf Industrial Relation Officer PT Sumberdaya Dian Mandiri

error: Content is protected !!