Apalagi para kandidat memaksimalkan kampanye, dengan aktif turun membangun pencitraan sekaligus menjual program kepada para calon konstituennya hingga masyarakat di akar rumput.
Dalam menakar atau mengukur kekuatan paslon, cukup ideal jika dukungan jumlah partai politik (parpol) pengusung menjadi salah satu referensi. Sekalipun itu bersifat dinamis. Pergerakan dukungan masih berpotensi bergerak, mengingat obyek pilihan di pilkada berbeda dengan pileg.
Dari tiga kontestan, paslon Sulianti-Zainal paling ramping koalisinya. Paslon nomor urut 1 ini hanya diusung Partai Gerindra dan PAN. Akumulasi perolehan suara kedua parpol yang memiliki 7 kursi di DPRD Banggai itu sebanyak 33.568 suara. Dengan rincian Gerindra 19.083 suara dan PAN 14.485 suara yang tersebar di empat daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Banggai.
Sebaliknya, paslon Amirudin-Furqanudin punya koalisi gemuk. Ada NasDem, Golkar, PKB dan Partai Hanura. Sebanyak 14 kursi di parlemen berafiliasi pada paslon ini. Dengan 4 parpol itu, paslon yang mengantongi nomor urut 2 ini sudah mempunyai saldo awal sebanyak 77.684 suara. Dengan rincian, NasDem 31.647 suara, Golkar 28.473 suara, PKB 8.246 suara dan Hanura 9.318 suara.
Tidak beda dengan Herwin-Mustar. Paslon petahana ini juga mendapat sokongan koalisi gemuk, yakni 14 kursi di parlemen lalong. PDIP memberi kontribusi 55.166 suara, PKS 11.685 suara dan Partai Perindo 8.309 suara. Ketika diakumulasi maka ada 75.160 suara yang notabene menjadi modal awal buat paslon ini.
Sejatinya dukungan parpol banyak, belum menjadi jaminan menang. Begitu pula sebaliknya sokongan parpol minim, belum dapat dipastikan paslon itu akan kalah. Fakta politik itu pernah terjadi di pilkada Banggai lima tahun lalu. Hanya diusung 2 parpol kala itu, tapi menjadi the winner.
Nah semua tergantung rakyat sebagai ‘eksekutor’. Apakah akan mencoblos nomor 1, nomor 2 atau nomor 3 di dalam bilik suara di tanggal 9 Desember 2020 mendatang. *
Penulis: Sofyan Labolo
Discussion about this post