IKLAN

Opini

Menyoal Etika dan Moral Pemerintahan Bupati Amirudin (5)

944
×

Menyoal Etika dan Moral Pemerintahan Bupati Amirudin (5)

Sebarkan artikel ini

Oleh: Aswan Ali, S.H.

HA..HA..HA.., lucu menyaksikan sandiwara politik berjudul, “Pemekaran Kabupaten Tompotika Melalui Hak Inisiatif DPR”. Dua aktor pemeran utamanya, yaitu Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Supratman Andi Agtas (SAA), dan Bupati Banggai, H. Amirudin. Memang geli rasanya menyaksikan lakon penyerahan dokumen naskah hasil kajian akademis untuk penyusunan RUU pembentukan DOB Kabupaten Tompotika.  Naskah Akademik (NA) itu diserahkan oleh Supratman Andi Agtas dan diterima oleh Bupati H. Amirudin yang diwakili Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setkab Banggai, Hj. Nur Djalal pada tanggal 26 Mei 2023 bertempat di ruang Rapat Baleg DPR RI.

Ya, saya hanya bisa tertawa didalam hati ketika melihat foto-foto para “pejuang” pemekaran Kabupaten Tompotika bersama aparat Pemkab Banggai dan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah berfose sumringah saat menerima  penyerahan naskah kajian akademik yang dibuat oleh Tim Ahli Sekretariat DPR RI tersebut, sebagaimana  diberitakan media daring Luwuk Times (27/5).

Mengapa lucu?. Ya, setidaknya bagi saya lucu, karena momen pembuatan dan penyerahan naskah akademik itu dilakukan jelang berakhirnya masa jabatan anggota DPR RI periode 2019 – 2024, juga telah dimulai tahapan Pemilu 2024. Itu artinya dari sisa masa jabatan yang ada, tentu pimpinan Baleg dan ketua-ketua komisi terkait niscaya akan lebih memprioritaskan penyelesaian tunggakan sisa target RUU yang belum terselesaikan pembahasannya. Apalagi rencana penyusunan RUU hak inisiatif anggota DPR terkait pemekaran Kabupaten Tompotika  yang diprakarsai  SAA itu baru sebatas angan-angan saja, tidak termasuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas)  yang telah disepakati bersama pemerintah pada masa sidang sebelumnya.

Sekadar membandingkan saja dengan beberapa RUU prioritas, seperti RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU tentang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama, RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta 37 RUU lainnya yang termasuk prioritas diselesaikan tahun 2023 – 2024 hingga kini belum juga tuntas pembahasannya. Bahkan terhadap RUU Perampasan Aset terkait penguatan pemberantas tindak pidana korupsi yang sudah diterbitkan Surat Presiden (Surpres) dan naskahnya telah diserahkan ke DPR sampai saat ini belum juga diparipurnakan pembahasannya.

Baca:  Menyoal Etika dan Moral Pemerintahan Bupati Amirudin (3)

Juga yang menjadi lucu adalah pihak pelaksana teknis pengkajian NA tersebut dilakukan oleh tenaga ahli yang disiapkan oleh Kantor Sekretariat Jenderal DPR RI, dan bukan oleh lembaga perguruan tinggi (universitas) yang memenuhi kriteria akreditasi sebagaimana yang telah dilakukan selama ini. Meskipun dalam ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diperbolehkan pembuatan naskah akademik dilakukan oleh pihak diluar perguruan tinggi, namun untuk memenuhi asas independensi, dan demi menghindari timbulnya konflik kepentingan politik bagi orang-orang tertentu yang hendak berkontestasi pada pemilu/pilkada tahun 2024, maka prakarsa dan inisiatif pembuatan naskah akademik untuk memenuhi salah satu persyaratan pembentukan DOB Kabuparten Tompotika, semestinya dilakukan oleh Bupati Banggai selaku pemangku kewenangan otonom daerah induk, dan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang memenuhi kualifikasi.    

Selain itu, kelucuan lainnya, yakni penyusunan RUU melalui hak inisiatif anggota DPR itu dilakukan secara prematur. Artinya, RUU tersebut dibuat pada saat pemerintah daerah Kabupaten Banggai belum mengajukan aspirasi rakyat terkait pembentukan DOB Kabupaten Tompotika itu kepada Gubernur Sulawesi Tengah dan DPRD Sulteng, dengan melampirkan kelengkapan seluruh dokumen persyatannya yang ditentukan dalam peraturan  perundang-undangan. Dengan demikian, maka dapat dipastikan pula Gubernur Sulteng pun belum mengajukan usulan pembentukan/penambahan daerah otonom baru tersebut kepada Mendagri dan DPR RI hingga saat ini.

Baca:  Melawan di Hukum, Diam di Kubur

Nah jika benar RUU tersebut telah diajukan oleh Ketua Baleg SAA, maka pertanyaannya  atas aspirasi dan kemauan pihak mana sehingga RUU itu dibuat dan diajukan? Kan tidak mungkin mengatasnakan aspirasi dari SAA dan tim ahli dari Kesetjenan DPR RI ?. Padahal syarat utama pemekaran daerah sesuai ketentuan regulasi yang berlaku harus didasarkan pada aspirasi masyarakat di daerah bersangkutan. Nah, kelucuan, bahkan kerancuan itulah yang yang mengganggu alam pemikiran saya sehinga saya mempertanyakannya melalui media ini. Mudah-mudahan  ada pihak-pihak yang terlibat dalam lakon sandiwara politik tersebut, bersedia menjelaskannya ke publik.

SKB Persetujuan Bersama   

Secara formal aspirasi masyarakat Kabupaten Banggai untuk membentuk DOB Kabupaten Tompotika telah direstui oleh pemerintah daerah Kabupaten Banggai bersama DPRD Kabupaten Banggai. Hal ini diresmikan dengan keluarnya Keputusan Bersama antara Ketua DPRD Kabupaten Banggai dan Bupati Banggai sesuai SKB Nomor: 14/DPRD/2015 dan Nomor: 100/1590/Bag.Kumdang  tanggal 3 September 2015 Tentang Persetujuan Pembentukan Kabupaten Tompotika, ditandatangani Bupati M. Sophian Mile dan Ketua DPRD Samsulbahri Mang.

Dengan terbitnya SKB tersebut semestinya menjadi kewajiban Pemda Banggai untuk menindaklanjutinya. Namun untuk mengajukan usulan pembentukan DOB  hingga mendapat rekomendasi persetujuan dari Tim DPOD (Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah) yang dipimpin Mendagri, tentu saja tidak cukup sekadar memperlihatkan SKB tersebut. Berdasarkan ketentuan PP No. 129 Th. 2000 tentang Persyaratan, Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah (disingkat PP Pemekaran), dimana dalam regulasi tersebut diharuskan pemda (induk) pengusul DOB wajib memenuhi kelengkapan persyaratan administrasi, teknis dan fisik kewilayahan.

Baca Juga: Menyoal Etika dan Moral Pemerintahan Bupati Amirudin (4)

error: Content is protected !!