Oleh: Ferdy Moidady
“PADA beberapa kasus, penjajahan dapat menciptakan kelas atau hierarki sosial baru di mana mereka yang berkolaborasi dengan penguasa kolonial diberi keistimewaan atau keuntungan tertentu. Individu atau kelompok yang bersedia untuk mengkhianati komunitas mereka sendiri atau bersekutu dengan kekuatan penjajah mungkin mendapat imbalan dalam bentuk kekuasaan, kekayaan, atau status sosial yang lebih tinggi.” (Dr. Fatima Ali, Peneliti Sosiologi Politik)
Penjajahan adalah periode yang gelap dalam sejarah banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Namun, di tengah penderitaan dan penindasan yang dialami oleh mayoritas rakyat, ada beberapa individu dan kelompok yang, entah karena alasan tertentu, mungkin mendapati diri mereka menikmati atau mendapatkan manfaat dari keadaan tersebut.
Meskipun tidak dapat disangkal bahwa banyak yang menderita akibat penjajahan, namun penting untuk memahami dinamika kompleks yang melibatkan berbagai motivasi dan faktor yang memengaruhi perilaku manusia.
Dalam konteks Indonesia, beberapa kelompok yang mungkin menikmati penjajahan adalah mereka yang kurang cerdas, penakut terhadap penguasa, dan cenderung terlibat dalam perilaku yang tidak bermoral atau destruktif.
Di antara mereka yang menikmati penjajahan adalah kelompok eksploitatif, terutama para kolonialis (Belanda, Inggris, Spanyol, Jepang dan lainnya) yang memanfaatkan sistem ekonomi kolonial untuk memperoleh keuntungan yang besar.
Mereka sering kali menerapkan praktik eksploitasi yang tidak adil terhadap sumber daya alam dan tenaga kerja Indonesia. Meskipun tindakan mereka merugikan masyarakat luas, mereka menikmati status dan keuntungan materi yang besar sebagai penguasa.
Tidak hanya orang-orang Belanda yang mungkin menikmati penjajahan, tetapi juga ada kelompok pribumi yang berkolaborasi dengan pemerintah kolonial Belanda.
Mereka mungkin memperoleh posisi atau keuntungan tertentu dalam struktur penjajahan, bahkan jika itu berarti mendukung penindasan terhadap sesama bangsa mereka sendiri. Motivasi mereka bisa beragam, mulai dari keinginan akan kekuasaan pribadi hingga peningkatan status sosial.
Satu kelompok yang mungkin menikmati penjajahan adalah mereka yang kurang cerdas atau kurang terdidik.
Di bawah penjajahan, pendidikan sering kali tidak diutamakan oleh penguasa kolonial, dan akses ke pendidikan tinggi sering kali terbatas bagi orang-orang pribumi.
Orang-orang yang tidak memiliki akses atau tidak tertarik untuk mengejar pendidikan yang lebih tinggi mungkin merasa lebih nyaman dalam keadaan yang stagnan dan tidak terdidik.
Mereka mungkin tidak menyadari potensi mereka untuk memberontak atau meraih kemandirian, dan akhirnya merasa “aman” dalam ketergantungan pada penguasa kolonial.
Selanjutnya, ada juga kelompok individu yang cenderung penakut terhadap penguasa atau otoritas.
Mereka mungkin merasa lebih nyaman dalam posisi kepatuhan atau kesetiaan kepada penguasa kolonial, daripada mempertaruhkan keselamatan atau kenyamanan mereka dengan memberontak.
Faktor-faktor seperti intimidasi, ancaman, atau bahkan hadiah kecil dari penguasa kolonial dapat mendorong individu-individu ini untuk tetap setia dan patuh terhadap rezim penjajahan.
Mereka mungkin menganggap bahwa mempertahankan status quo lebih aman daripada mengambil risiko untuk perubahan atau perlawanan.
Terakhir, ada juga kelompok yang masih suka dengan kekotoran, atau dalam konteks ini, mereka yang cenderung terlibat dalam perilaku yang tidak baik.
Penjajahan sering kali menciptakan ketidakstabilan sosial, ketidaksetaraan, dan kekacauan yang dapat dimanfaatkan oleh individu-individu yang memiliki kepentingan pribadi atau ambisi untuk memperoleh keuntungan.
Misalnya, pedagang ilegal, penyelundup, atau bahkan penjahat kecil mungkin menemukan peluang untuk mengambil keuntungan dari situasi yang tidak stabil di bawah penjajahan.
Bagi mereka, ketidakstabilan sosial dapat menjadi ladang subur untuk praktik-praktik yang tidak bermoral atau destruktif.
Meskipun beberapa kelompok ini mungkin menemukan “kenyamanan” atau keuntungan sementara dalam keadaan penjajahan, penting untuk diingat bahwa penderitaan mayoritas rakyat Indonesia jauh melebihi manfaat yang diperoleh oleh mereka.
Penjajahan adalah sistem yang tidak adil dan merusak, yang mengakibatkan kehilangan kebebasan, martabat, dan sumber daya bagi banyak orang.
Selain itu, konsep bahwa hanya mereka yang kurang cerdas, penakut, atau suka dengan kekotoran yang bisa menikmati penjajahan dapat menjadi stereotip yang berbahaya.
Banyak faktor, termasuk tekanan sosial, ekonomi, politik, dan budaya, yang memengaruhi bagaimana individu dan kelompok merespons dan bertahan di bawah penjajahan.
Dalam mengritisi dinamika penjajahan di Indonesia, penting untuk memahami berbagai perspektif dan pengalaman yang beragam dari masyarakat.
Sementara beberapa individu atau kelompok mungkin mendapati diri mereka “menguntungkan” dalam keadaan penjajahan, hal itu tidak mengubah kenyataan bahwa penjajahan adalah bentuk penindasan yang tidak dapat diterima.
Masyarakat Indonesia telah berjuang untuk meraih kemerdekaan dan keadilan, dan memahami faktor-faktor yang memengaruhi perilaku manusia di bawah penjajahan dapat membantu kita mencegah pengulangan dari sejarah yang gelap ini di masa depan.
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang ‘pasti’ membela mereka yang tertindas akibat penjajahan.
Dan yang berjuang untuk lepas dari penjajahan apapun sampai kapanpun Dan dengan cara kasih dan sayang. *
(Penulis adalah pengajar Sejarah di SMKS Depok Jawa Barat)
Discussion about this post