Advertisement
Opini

Pemaknaan Sejarah Indonesia dengan Asesmen Diagnostik Afektif Siswa

834
×

Pemaknaan Sejarah Indonesia dengan Asesmen Diagnostik Afektif Siswa

Sebarkan artikel ini

Motivasi untuk Belajar Lebih Lanjut

Ketika siswa mengembangkan hubungan emosional yang kuat dengan materi sejarah, mereka lebih cenderung termotivasi untuk belajar lebih dalam. Mereka akan merasa bahwa pelajaran sejarah bukan hanya tugas sekolah, tetapi sesuatu yang bermakna untuk masa depan mereka. Dalam buku “Motivating Students in History Class” oleh Bruce Lesh, penekanan diberikan pada pentingnya menghubungkan pembelajaran sejarah dengan pengalaman emosional siswa untuk memotivasi mereka secara berkelanjutan.

Pemahaman yang Lebih Mendalam

Asesmen diagnostik afektif dapat membantu siswa menghubungkan emosi mereka dengan konten sejarah. Hal ini bisa membantu mereka memahami konsep-konsep dan peristiwa sejarah dengan lebih mendalam, karena mereka memiliki investasi emosional yang kuat dalam materi tersebut. Dengan kata lain, siswa akan memahami bukan hanya “apa” yang terjadi dalam sejarah, tetapi juga “mengapa” hal tersebut penting dan bagaimana hal itu memengaruhi mereka secara pribadi.

Sejarah Indonesia adalah harta nasional yang sangat berharga. Melalui asesmen diagnostik afektif, siswa dapat mengembangkan cinta, kebanggaan, dan kepedulian mereka terhadap negara mereka. Mereka akan merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga warisan sejarah dan budaya Indonesia. Ini akan memotivasi mereka untuk belajar lebih dalam, memahami lebih baik, dan berkontribusi pada masa depan yang lebih baik untuk bangsa ini. Sebagai kata-kata R.A. Kartini, seorang pahlawan nasional Indonesia, “Cinta tanah air adalah pengaruh yang paling kuat untuk memotivasi manusia.”

Baca:  Presidential Threshold: Pembajakan Demokrasi?

Diantara pentingnya asesmen diagnostik afektif pelajaran sejarah Indonesia adalah ‘Pengukuran Respons Emosional Siswa’. Dan penjelasan sederhananya sebagai berikut:

1. Identifikasi Perasaan Siswa: Melalui asesmen diagnostik afektif, guru dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul pada siswa saat mereka belajar tentang sejarah. Misalnya, beberapa siswa mungkin merasa tertarik dan terinspirasi oleh cerita pahlawan nasional, sementara yang lain mungkin merasa bosan atau frustrasi ketika mempelajari peristiwa tertentu.

2. Penilaian Sikap Terhadap Materi: Guru juga dapat mengukur sikap siswa terhadap materi pelajaran sejarah. Apakah siswa memiliki sikap positif atau negatif terhadap topik tertentu dalam sejarah Indonesia? Penilaian ini penting karena sikap siswa dapat memengaruhi tingkat keterlibatan mereka dalam pembelajaran.

3. Mengidentifikasi Hambatan Emosional: Dalam beberapa kasus, siswa mungkin menghadapi hambatan emosional dalam memahami sejarah. Mereka mungkin merasa terintimidasi oleh kompleksitas materi atau merasa bahwa sejarah tidak relevan dalam kehidupan mereka. Asesmen diagnostik afektif dapat membantu mengidentifikasi hambatan-hambatan ini.

4. Penyesuaian Pendekatan Pengajaran: Setelah mengukur respons emosional siswa, guru dapat menyesuaikan pendekatan pengajaran mereka. Misalnya, jika banyak siswa merasa bosan dengan materi tertentu, guru dapat mencari cara untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan interaktif. Atau jika siswa merasa tertekan, guru dapat memberikan dukungan ekstra untuk membantu mereka mengatasi hambatan tersebut.

Baca:  Pengangguran Tertinggi, Saatnya Muhasabah

5. Meningkatkan Motivasi Belajar: Respons emosional yang positif terhadap pembelajaran sejarah cenderung meningkatkan motivasi siswa untuk belajar lebih lanjut. Siswa yang merasa terhubung emosional dengan materi sejarah lebih mungkin termotivasi untuk mencari pemahaman yang lebih dalam dan terlibat aktif dalam pembelajaran.

6. Pengembangan Hubungan Emosional dengan Materi: Melalui pengukuran respons emosional, siswa dapat mengembangkan hubungan yang lebih mendalam dengan materi sejarah. Mereka tidak hanya memahami “apa” yang terjadi dalam sejarah, tetapi juga “mengapa” hal tersebut penting dan bagaimana hal itu memengaruhi mereka secara pribadi.

Dengan memahami respons emosional siswa terhadap pembelajaran sejarah, guru dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih positif, memotivasi siswa untuk terlibat secara lebih baik, dan merancang pengalaman pembelajaran yang lebih relevan dan berarti. Ini penting untuk membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai dan makna dari sejarah Indonesia dengan lebih baik. Semoga Tuhan selalu melindungi dan menyayangi kita semua. *

Penulis adalah pemerhati sejarah berasal dari Luwuk Banggai Sulawesi Tengah berdomisili di Depok Jawa Barat