IKLAN
Opini

Politik: Hasrat Hantu Blau Yang Viral

1169
×

Politik: Hasrat Hantu Blau Yang Viral

Sebarkan artikel ini

Kembali pada pendapat Chang di atas, kadangkala hubungan seseorang dengan orang yang ditokohkan melampaui batas nalar, karena sang empu pendapat atau pendukung salah satu tokoh politik, kemudian secara berlebihan “mempersonifikasikan” dirinya dengan tokoh idola.

Bahkan sang pendukung kadangkala lebih “garang” dari yang didukung.  Apabila pendukung memiliki kapasitas intelektual yang kurang memadai, maka biasanya yang terjadi adalah tindakan anarkis.

Ini tak berarti bahwa pendukung dengan kapasitas intelektual lebih baik, akan berakhir dengan damai atau happy ending.

Pendukung dengan karunia intelektual yang baik, tetapi fanatic buta pada orang yang didukungnya justru akan melahirkan anarkisme yang viral.

Statementnya yang begitu seksi dan indah bak bunga semerbak, bisa “meracuni” pola dan logika berpikir masyarakat luas. Dan statement indah mewangi inipun, akan segera dengan cepat digunakan oleh pendukung-pendukung lain guna “menghabisi” logika berpikir lawan.

Dalam konteks ini, kelompok intelektual lawanpun akan segera “menangkis” statement yang dianggap beracun tadi, dengan tanggapan yang tak kalah menyengat bisa racunnya.

Baca:  Politik Otonomi Daerah Pasca _Omnibus Law_

Inilah yang saya sebut sebagai bentuk anarkisme viral. Karena hal ini ketika masuk pada akar rumput, akan menjadi mass clash yang berbahaya.

Mungkin sebuah status, di media social yang baru saja saya lihat, cukup representative mewakili apa yang dimaksud dengan perang opini intelektual di atas.

Dalam status tersebut, tertulis seperti ini: ‘ketika gue berkata pada seseorang “dasar loe maling sialan.. babi ngepet.. anjing hutan.. setan alas…hantu blau..” maka yang tau maksud dari perkataan saya ini hanyalah saya.

Dan ketika saya dipersalahkan dan diserang atas perkataan saya tersebut, maka saya bisa berkelit bahwa ucapan saya itu tidak bermaksud buruk dan justru bermaksud baik, yang lain tidak boleh menafsirkan macam macam perkataan saya itu..’

Bisa kita lihat bahwa, tanggapan bahkan “serangan” balik bakal dialamatkan pada pernyataan-pernyataan serupa yang dianggap tidak sesuai misi politik oleh masing masing pendukung.   

Fasilitasi politik lokal yang diharapkan dalam konteks lokal, baik skup Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah, pola-pola sebagaimana telah diuraikan di atas, tak berbeda jauh realitas empirisnya. Pun begitu yang saya lihat di Banggai kepulauan.

Baca:  Simbiotik Agama-Negara

Perang opini di media social, baik yang rasional maupun tidak, kala Pilkada maupun Pilpres dihelat juga terjadi di sini.

Beberapa ungkapan, pernyataan maupun hujatan banyak terlihat dalam media social. Meskipun tak sampai terjadi social clash yang mengarah pada perbuatan anarkis, setidaknya keguyuban social dapat terganggu. 

Yang menarik, pola hujatan dan saling mengkritisi dengan keras di media social tak terjadi di “arena luring”. Di tempat leyeh-leyeh kami maupun beberapa warung kopi, saya sempat melihat beberapa perdebatan soal Pilkada maupun Pilpres sebelumnya.

Tapi perdebatan itu, meskipun kadang kala memanas, toh bisa dilakukan dengan gayeng dan guyub. Masing-masing orang dengan prinsip dan nilai-nilai politik yang diyakininya, bisa memahami prinsip dan nilai politik yang diyakini oleh orang lain.

error: Content is protected !!