Dirinya juga merincikan regulasi terkait penyesuaian OPP/OPT tahun 2017 mengharuskan fee 20% bagi buruh transport yang melaksanakan pekerjaan, walaupun tidak secara langsung melainkan dengan bantuan mesin.
Sedangkan di tahun 2020, regulasi OPP/OPT meniadakan itu. Pengusaha ekspedisi di Pelabuhan Tangkian, mempolisikan buruh karena dianggap melakukan pungutan liar (pungli) karena tidak ada dalam regulasi.
Sementara itu berdasarkan kesepakatan Bupati dengan berbagai stakeholder pada 9 Juli lalu, termasuk pengusaha dan buruh, agar OPP/OPT 2017 diberlakukan kembali.
Pernyataan dari Faisal Lalimu itu, selain dianggap tidak memahami regulasi terkait OPP/OPT dan upah buruh transport, juga telah sengaja mempelintir pernyataan Bupati Banggai.
Dikarenakan, OPP/OPT sesuai KM 11 dan KM 35 Tahun 2007 Kementerian Perhubungan, hanya mengatur upah bagi buruh TKBM. Tidak untuk buruh transport.
Dalam pertemuan pada tanggal 9 Juli yang dipimpin Bupati Banggai dan tidak dihadiri oleh Faisal Lalimu, KUPP Luwuk telah menjelaskan secara jelas aturan itu.
Sehingga Bupati Banggai meminta upah buruh transport yang tidak masuk dalam bagian OPP/OPT, segera dibahas bersama antara perusahaan pelayaran bersama buruh transport yang dimediasi Disnaker dan Dishub.
Pernyataan Faisal Lalimu yang tidak hadir dalam pertemuan pada 9 Juli di kantor Bupati Banggai, kemudian mengatakan Bupati memahami bahwa tarif yang dibuat di tahun 2020 tidak berpihak pada buruh, dan disepakati secara sepihak oleh Pengusaha dan Pemda di waktu itu, juga kembali dipelintir.
Karena saat itu Bupati hanya mendengarkan keluhan para buruh terkait OPP/OPT yang disebut tak melibatkan mereka.
Kemudian diberikan penjelasan jika penyusunan OPP/OPT tetap melibatkan dua unsur yang bersepakat di dalamnya. Yakni penyedia dan pengguna Jasa.
Saat itu, kepengurusan TKBM atau organisasi buruh yang sah, ikut menyepakati, yakni kepengurusan TKBM Teluk Lalong yang diketuai Rasyid Diko (almarhum).
Discussion about this post