LUWUK, Luwuk Times.ID— Tidak bisa dipungkiri kata praktisi hukum Kabupaten Banggai, Aswan Ali, SH bahwa terdapat banyak kelebihan atau keunggulannya dalam aplikasi penggunaan sertifikat elektronik, jika dibandingkan dengan sertifikat analog/manual (biasa).
Antara lain, tidak mudah dipalsukan, mencegah terjadinya kegandaan, tidak mudah rusak atau hilang, aman dari kejahatan. Dan itu telah dijelaskan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Banggai, Ir. H. Yus Sudarso seperti dilansir media ini.
Akan tetapi sambung Aswan kepada Luwuk Times, Minggu (07/02), masih ada substansi tidak kalah penting yang perlu diklarifikasi instansi vertikal tersebut.
Menurut Aswan yang juga Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kabupaten Banggai, yang perlu dijelaskan ke publik, setelah sertifikat biasa itu ditarik oleh BPN, dan setelah diganti dengan sertifikat elektronik, apakah si subjek pemegang hak (pemilik objek tanah) itu masih memegang bukti secara fisik yang tersimpan di rumah?
“Saya kira inilah pertanyaan mendasar yang perlu diklarifikasi pihak BPN,” kata Aswan.
Menyangkut adanya tanggapan masyarakat yang mempersepsikan bahwa, setelah penerapan sertipikat elektronik ini diberlakukan, maka para pemilik tanah yang semula memegang sertipikat asli berbentuk buku atau kertas sebagai bukti fisik kepemilikan atas tanahnya yang sdh didaftarkan itu, akan terjadi ketiadaan pegangan/bukti yang tersimpan di rumah.
Oleh karena sertifikat manual atau analog (biasa) sesuai ketentuan Menteri ATR/Kepala BPN nomor 1/2021 tegas menyatakan “Kepala Kantor Pertanahan menarik sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada kantor pertanahan”.
Aswan pun kembali mempertanyakan, apakah lebih berharga dan mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, statemen/komentar para pejabat BPN dibandingkan peraturan Menteri/Kepala BPN itu?
Selain itu, apakah tanggapan masyakat yang mengutip langsung isi ketentuan dalam peraturan menteri/Ka BPN itu, juga termasuk hoax atau berita bohong?
Baca juga: Mantap, Transformasi Digital ATR/BPN Tutup Celah Praktik Mafia Tanah
Selanjutnya, dari perspektif komunikasi publik yang benar, bagaimana seharusnya pihak BPN menjernihkan kontradiksi antara statemen atau komentar para pejabat BPN dengan ketentuan peraturan yang mengatur tentang penerapan sertifikat elektronik tersebut.
Lebih jauh mantan ASN dan pegiat jurnalis Kabupaten Banggai ini, sebaik apapun kecanggihan sistem elektronik (IT) yang diterapkan, jangan lupa yang bekerja dibelakang adalah mesin-mesin itu adalah manusia yang tetap punya kelemahan dan ketergantungan pada kepentingannya masing-masing.
Aswan memberi contoh. Lihat kasus tewasnya 6 Laskar FPI di jalan tol Km 50 Jakarta-Cikampek. Apa yang aneh dan muskil dalam peristiwa naas itu?
Kata Aswan, sebanyak 297 unit CCTV sepanjang 49-Km 51 milik PT. Jasamarga, katanya, mendadak mati total pada jam peristiwa terbunuhnya 6 WNI tersebut.
Lalu, apa yang aneh dalam peristiwa mati mendadak CCTV milik Jasamarga pada ruas jalan sepanjang 3 km itu?
Anehnya, sepanjang ruas jalan tol dititik Km 50 itu CCTV milik warga pedagang justru aktif berfungsi normal. “Aneh kan,” tanya Aswan.
Lalu apa persamaannya dengan penerapan kebijakan sertifikat elektronik oleh BPN? Aswan kembali menjelaskan, konflik agraria di Indonesia didominasi sengketa lahan perkebunan yang dikuasai para cukong/konglomerat versus para petani/penggarap yang hingga saat ini belum teratasi dengan baik.
Nah, disaat diterapkan sertifikat elektronik ini, kemudian timbul konflik masalah tanah antara konglomerat dan BUMN melawan para petani.
Maka ‘adakadabra’ kata Aswan, peristwa serupa matinya CCTV di jalan tol Jak-Pek itu bisa saja terjadi lagi, yaitu berupa gangguan pada server data milik BPN, yang bisa saja mendadak tidak dapat diakses datanya.
“Disinilah kekhawatirannya ketika terjadi konflik sengketa lahan antara kalangan oligarkis (yang sudah biasa berselingkuh dengan kekuasaan) melawan rakyat jelata yang tidak pegang lagi bukti fisik sertifikat manual itu,” tutup Aswan sembari memberi salam reforma agraria. *
(yan)
Discussion about this post