IKLAN
Kolom Syarif

Makna Luruskan Shaf dan Rapatan: Sebuah Pembelajaran Kepemimpinan

670
×

Makna Luruskan Shaf dan Rapatan: Sebuah Pembelajaran Kepemimpinan

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dr. Syarif Makmur, M.Si

SEBUAH ilustrasi berharga dalam Kepemimpinan Islami ada pada sholat.  Dalam sholat, ada peran seorang Imam, sang pemimpin sholat berjamaah yang ucapan lisannya di dengar dan di amini oleh para makmum, dengan ucapan balasan makmum AMIN setelah selesai membaca alfateha. 

Tetapi sebelum melaksanakan sholat, ada isarat atau aba-aba dari sang Imam dengan ucapan luruskan shaf dan rapatkan, dan sesuai dengan sunnahnya (atau wajibnya) seluruh makmum menjawab kami dengar dan kami patuhi (Samikna waatakna). 

Secara sosiologis, makna luruskan shaf dan rapatkan adalah perintah pemimpin yang harus di dengar dan dipatuhi, bila tidak dipatuhi maka perintah itu tidak akan menggapai tujuan yang diharapkan dari seluruh jamaah yang ingin mendapatkan rahman dan rahim dari Allah Swt serta jalan yang lurus.

Sehingga sarat utama menjadi Imam itu adalah: Berakal, menguasai bacaan, laki-laki, dan suci dari segala kekotoran. 

Jadi, menjadi pemimpin yang Islami harus memiliki Ilmu dan pengetahuan diatas rata-rata (melebihi pengetahuan makmumnya) atau bila diterjemahkan lebih dalam, seorang pemimpin itu harus Ulil Albab, yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan juga kecerdasan spiritual serta kecerdasan lainnya.

Baca:  Tahta dan Harta akan Digulingkan Oleh Waktu

Begitu beratnya menjadi Pemimpin yang Islami, sehingga buang kentut saja, ia harus mundur dari jabatannya dan digantikan oleh orang-orang shaf depan yang ada di belakang sang pemimpin (imam), yang tentunya memenuhi sarat sebagai Imam sebagaimana disebutkan diatas. 

Bila kita terjemahkan makna kentut dalam sholat dikaitkan dengan pembelajaran kepemimpinan, maka seorang pemimpin itu harus jujur, amanah, tanggungjawab dan lainnya.

Seorang pemimpin yang berbohong dan tidak bertanggungjawab itu sudah melebihi bobroknya kentut dalam sholat. Apalagi sang Imam sudah muntah dan buang air besar atau kecil, maka hukumnya ia tidak lagi memenuhi sarat sebagai pemimpin (imam).

Kalau kita melihat kondisi saat ini, banyak para gubernur, bupati / walikota atau pemimpin-pemimpin yang lain, tidak saja kentut di hadapan makmum nya, tetapi  mereka sudah buang air besar, berbuat maksiat hingga korupsi, tetapi makmum nya (rakyat) terus amin … amin… dan amin. 

Hal ini bila kita telaah lebih dalam, biangnya banyak imam yang kentut di awali dari proses memilih imam dalam sholat yang tidak terseleksi secara baik dan benar. 

Baca:  Hal Tersulit Setelah Memiliki Adalah Bertahan

Bahkan disinyalir, banyak yang menjadi imam karena faktor NPWP (nomor piro wani piro) atau faktor-faktor popularitas dan ketenaran yang membaca Quran saja tidak bisa. 

Makna luruskan shaf dan rapatkan, secara logis (kebenaran) berarti rakyat harus disiplin, bersatu, solid, saling berbagi dan saling bantu membantu satu dengan yang lain dan patuh-taat pada pemimpinnya.

Secara etis (kebaikan) berarti akhlak, moralitas, kejujuran, kesantunan, dan lainnya harus dapat dicontohkan oleh sang pemimpin kepada rakyatnya.

Secara estetika (seni) bermakna bahwa antara pemimpin dan yang dipimpin (rakyat) harus saling menghormati, menghargai dan menjaga kewibawaan pemimpin ataupun kewibawaan rakyatnya. 

Pemimpin harus mengelola pemerintahan ini dengan seadil-adilnya, sebagaimana janji yang sudah di ucapkan di hadapan rakyat.

Luruskan shaf dan rapatkan merupakan perintah yang kewenangan dan kekuasaan hanya berada pada tangan pemimpinnya. Makmum (rakyat) tidak memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk menyebutkan kalimat rapatkan shaf dan luruskan.

error: Content is protected !!