DKISP Kabupaten Banggai

Opini

MENELISIK SIASAT KAMPANYE BUPATI HY

409
×

MENELISIK SIASAT KAMPANYE BUPATI HY

Sebarkan artikel ini
Aswan Ali

Setelah terdaftar, selain wajib melengkapi syarat-syarat umum calon yang terdiri dari 23 item persyaratan (vide: pasal 45 ayat 1 dan 2 UU No. 10/2016), kepada pasangan petahana itu juga diwajibkan memenuhi syarat-syarat khusus yang bersifat memaksa (condemnatoir). Artinya, apabila petahana melanggar syarat-syarat khusus dimaksud, maka KPU sebagai institusi yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, berkewajiban mengeksekusi putusan yang memberi sanksi kepada petahana yang melanggarnya.

Secara de facto, pasangan Winstar memang melengkapi dan dinyatakan terpenuhi secara kumulatif, baik syarat pencalonan dari parpol maupun syarat umum calon sesuai dokumen yang dimasukkan. Akan tetapi secara de jure Bawaslu dan KPU Kabupaten Banggai menemukan adanya fakta dan bukti-bukti yang terindikasi kuat, bahwa ternyata Bupati Banggai H. Herwin Yatim telah melakukan pelanggaran administrasi pemilihan sebagaimana diatur pada pasal 71 ayat (2) UU No. 10/2016. Yaitu, melakukan penggantian pejabat administrasi tanpa persetujuan terlutis dari Mendagri, dimasa terlarang.

Bahkan pada tahap verifikasi berkas dan klarifikasi tatap muka langsung dihadapan dihadapan komisioner KPU Kabupaten Banggai, yang bersangkutan (Bupati HY) mengakui dan membenarkan pernah melakukan penggantian pejabat pada tanggal 22 April 2020 tanpa mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri, meskipun berdalih telah membatalkannya. Nah, kepatuhan terhadap norma hukum (vide: pasal 71 ayat 2) sebagai syarat khusus yang dilanggar oleh Bupati HY itulah yang membuat ia diperhadapkan dengan sanksi sebagaimana diatur pada norma hukum lainnya (vide: pasal 71 ayat 5). Sejatinya kendatipun Bupati HY tidak mencolonkan diri dan tidak berstatus sebagai petahana, namun ia pun tidak luput dari sanksi hukuman pidana sebagai akibat perbuatannya yang melanggar norma hukum (vide: pasal 190).

Perlu diuraikan sedikit disini, bahwa berkenaan dengan penerapan norma menjadi seperangkat hukum positif, terdapat kategorisasi yang menentukan bagi subjek hukum untuk bertindak. Yaitu, pertama norma yang wajib dilakukan (obligattere), terhadap pelanggarnya terancam dikenakan sanksi. Kedua, norma yang dilarang dilakukan (prohibere), kepada pelanggarnya juga terancam dikenakan sanksi. Dan ketiga, norma yang boleh dilakukan (permittere), tiada ancaman sanksi bagi pelanggarnya.

Baca:  Guru Sejarah Sebagai Inspirator

Selain itu untuk mengimplementasikan norma hukum dalam suatu kasus pelanggaran atau delik, seperangkat norma yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan tersebut masih memerlukan penafsiran secara spesifik guna mengungkap makna hakiki yang tersirat dibalik kehendak pembentuk undang-undang. Pada galibnya, terdapat beberapa cara atau metode untuk menafsirkan makna yang terkandung didalam norma undang-undang. Yaitu, metode penafisran gramatikal, otentik, sosiologis, sistematis, historis, komparatif, futuristik (dalam rangka antisipasi), restriktif, dan ekstensif. Setiap metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Namun untuk mengefektifkan penerapannya, seperangkat metode penafisran tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua pendekatan, yaitu pendekatan tekstual (the textualist approach), semata-mata menafsirkan norma sesuai apa yang tertulis, dan pendekatan tujuan (purposive approach), yakni penafsiran yang menitikberatkan pada penggalian tujuan yang dikehendaki pembentuk undang-undang, dibalik norma yang tertulis.

Baca juga: Distorsi Representasi Dalam Demokrasi

Oleh karena itu para hakim dalam memutuskan suatu perkara di pengadilan niscaya akan memakai segala cara yang tersedia untuk menentukan dan menemukan hukum. Bagi hakim di pengadilan tidak berlaku ungkapan yang menyebutkan “terjadi kekosongan hukum”. Hakim dalam menjalankan kekuasaannya bahkan wajib menemukan dan menciptakan hukum (ius curia novit).

Siasat Kampanye HY

Herwin Yatim dengan rekam jejaknya sebagai politisi tentu tidak akan menyerah begitu saja menghadapi tantangan, dimana ia dinyatakan oleh KPU tidak memenuhi syarat (TMS) untuk menjadi peserta Pilkada. Selama kurun waktu 20 tahun meniti karir politiknya di daerah ini, HY sempat meraih kedudukannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Banggai (2 periode), satu periode menjadi Wakil Bupati Banggai, dan sekarang tengah menjabat periode pertama sebagai Bupati Banggai. Prestasi lainnya yang ditorehkan mantan menantu pengusaha sukses Murad Husain, itu yakni capaian perolehan kursi Fraksi PDIP di DPRD Banggai yang meningkat dari enam kursi menjadi 10 kursi hasil Pimilu tahun 2019, ketika ia didapuk menjadi Ketua DPC PDIP Kabupaten Banggai.

Baca:  TNI Dalam Pusaran Kepentingan Nasional-Global

Dari rekam jejak dan pengalaman HY itulah, penulis hendak membedah kasus yang menjadi topik diskusi para netizen sebagaimana dikemukakan diawal tulisan ini. Pertama, terkait serangkaian kunjungan Bupati HY ke sejumlah wilayah dengan berbagai kegiatan yang mengumpulkan warga masyarakat, kepala dan aparat desa, kader PKK, karang taruna, dll. Sepintas kegiatan seperti itu adalah merupakan tupoksi dan tanggung jawab kepala daerah untuk melaksanakannya.

Akan tetapi dimomen kampanye Pilkada sekarang ini, kesan dan persepsi orang yang mengaitkan pertemuan tersebut bermuatan kepentingan HY untuk merawat dan menguatkan dukungan politiknya, tentu tidak dapat terhindarkan. Apalagi dalam pertemuan-pertemuan tersebut selalu melibatkan kelompok pendukung HY dari kalangan simpatisan dan relawan Winstar atau kelompok-kelompok lain yang mengasosiasikan dengan jukukan HY2P.

Kesan dan persepsi publik bahwa Bupati HY tengah menangguk keuntungan politik dibalik status yang  resminya belum  menjadi peserta Pilkada, semakin kuat dan mendapat alasan pembenarnya, ketika Bupati HY kerap mengikutsertakan tim relawannya pada pertemuan yang melibatkan massa. Salah satu tim relawan yang telah mendeklarasikan dukungan bagi Winstar adalah “Relawan Banggai Emas” yang dipimpin oleh Happy Yeremia Manoppo (HYM). Nah HYM inilah yang selalu mendampingi dan menyuarakan kepentingan politik HY di Pilkada, pada acara “safari dinas” yang menjelma menjadi “safari politik” tersebut.

Betapa tidak? Setiap kali menyampaikan pesan-pesannya dalam pertemuan yang menggunakan protokol perjalanan dinas Bupati Bangagai, itu HYM selalu melantunkan materi pidatonya tentang lika-liku riwayat gesekan politik antar para figur yang tengah bersaing merebut rekomendasi parpol untuk “kereta” tunggangannya di Pilkada. HYM sering menyebutkan kalau dirinya bersama SBM (Samsul Bahri Mang) sudah terzalimi sehingga tidak bisa ikut Pilkada, akibat ulah seorang figur kandidat bupati yang “merampas” parpol incerannya sehingga terlepas dari genggamannya bersama SBM.

error: Content is protected !!