IKLAN
Opini

Menyoal Etika dan Moral Pemerintahan Bupati Amirudin (4)

786
×

Menyoal Etika dan Moral Pemerintahan Bupati Amirudin (4)

Sebarkan artikel ini

“Terus, kalau program pak bupati yang sekarang bagaimana?,” tanya saya, meminta penjelasan terkait bantuan cuma-cuma pengadaan bibit rica, bibit tomat, dan bibit ayam potong yang berasal dari program satu juta satu pekarangan.  Menurut keterangan Mas sesuai informasi yang ia dengar, untuk Desa Bantayan, hanya dikhususkan pemberian bantuan  bibit rica saja, itu pun, katanya, sampai saat ini belum ada yang dibagikan kepada para petani.

“Lah, kebun rica yang sempat dipanen bersama Pak Bupati Amirudin beberapa waktu lalu, itu punya siapa?”, tanya saya heran. “Oh, yang dipanen dengan pak bupati, itu kebun rica punya si …”, (Mas memang ada meyebutkan dengan jelas nama seseorang pemilik kebun rica tersebut, namun untuk menjaga privasinya dalam tulisan ini saya hanya menuliskan namanya dengan inisial “Ek”). Kalau si “Ek” itu, kata si Mas, memang sudah lama dia menanam rica, sebelum ada program dari pak bupati. Menurut Mas, dia sendiri ikut membantu menanam dilahan milik “Ek” yang dipanen tersebut. “Ada sekitar lima ribuan pohon rica yang dipanen bersama pak bupati waktu itu”, ungkap Mas, sambil menambahkan, katanya, “Ek” adalah orang dekat Bupati Amirudin yang sudah  punya langganan penampung rica hasil panennya.

Didalam hati saya berkata, “Wah, kalau begitu berita dan foto-foto Bupati Amirudin bersama tim saat memanen rica di Desa Bantayan yang sempat ramai diberitakan di medsos, itu sekadar kamuflase pencitraan, untuk mengesankan ke publik seolah-olah program satu juta satu pekarangan sudah berhasil meningkatkan kesejahteraan petani”. Dugaan saya  itu tentu saja tidak saya utarakan kepada Mas. Khawatir jangan sampai dia tidak lagi terbuka menceritrakan apa adanya peristiwa tersebut.

Baca:  Menyeragamkan Soal UAS Bukan Tolok Ukur Peningkatan Kualitas Peserta Didik

Juga didalam hati, saya bertanya-tanya lagi, lantas misi apa yang dibawakan oleh Bupati Amirudin ketika melakukan kunjungan ke Markas PBB di New York, Amerika Serikat, awal Mei lalu?. Apakah kunjungan itu untuk mempromosikan program satu juta satu pekarangan yang (dikamuflase) telah berhasil menurunkan angka penderita stunting di Kabupaten Banggai?

Nah, terkait efektivitas pemberdayaan ekonomi petani lemah melalui program satu juta satu pekarangan itu, seorang teman dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di kota ini, ketika berdiskusi dengan saya (penulis) mengatakan,  padahal  jika Bupati Amirudin serius dan bersungguh-sungguh mau mengangkat kesejahteraan para petani lewat program tersebut sebetulnya cukup mudah bagi dia. Katanya, anggarannya sudah tersedia, sumberdaya penggeraknya, yaitu para penyuluh pertanian tengah bertugas di lapangan, kebijakan tersebut juga sudah ditetapkan dalam RPJMD. Ditambah satu lagi keunggulan yang dimiliki Bupati Amirudin, yakni latar belakang dan jaringannya sebagai pengusaha, maka sebetulnya tidak ada alasan jika program tersebut tidak berhasil.

Sang dosen tersebut memprediksi, misalnya, jika setiap masa panen dapat dihasilkan masing-masing 120 ribu hingga 130 ribu ton komoditas cabai atau rica dan tomat yang dikumpulkan dari para petani kita, maka hal itu  tentu saja menjadi potensi pasar yang luar biasa. Bupati Amirudin, katanya, cukup mencarikan mitra pengusaha yang memiliki pabrik pengolahannya untuk menampung pembeliannya. Atau, kalau memungkinkan bisa saja membuka pabrik pengolahannya di daerah ini untuk menjadi komoditi ekspor ke luar negeri.

Baca:  Menyoal Etika dan Moral Pemerintahan Bupati Amirudin (6)

Begitu pula dengan kebutuhan daging ayam. Jika dimaksimalkan pemberdayaan petani peternakan kita, maka setiap kali panen daerah kita bisa menghasilkan 500-600 ton daging ayam segar/beku, dimana pangsa pasarnya bisa terserap ditingkat lokal atau dengan menjalin kontrak pemasokan daging ayam beku ke perusahaan padat karya, seperti ke lingkungan pabrik nikel di Morowali, dan lain sebagainya. Dengan begitu, maka para petani kita bisa tertolong peningkatan kesejahteraannya.

Sebab, kata si dosen, persoalan kemiskinan yang membelenggu petani kita selama ini bukan terletak pada masalah etos kerja atau kemalasannya. Tetapi lebih ditentukan oleh kepedulian dan kesungguhan pemimpin daerah kita untuk mengentaskannya.

Setelah mendengarkan kuliah singkat dari pak dosen, saya hanya berkomentar singkat. “Ya, itu kalau pak dosen yang jadi bupatinya”.* (bersambung)

Penulis adalah advokat dan Ketua DPC Perkumpulan Pengacara Dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kab. Banggai.

Baca juga: Maraknya Prostitusi Online, Akibat Sekularisme

Kunjungi kami di Google News

error: Content is protected !!