LUWUK TIMES— Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem pemilu.
MK menolak mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup, sebagaimana permohonan pemohon.
“Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman, Kamis (15/6) sebagaimana dilansir Kumparan.com.
“Mengadili, dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” sambungnya.
Sebelumnya, pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3) di UU Pemilu bertentangan dengan Konstitusi.
Pada pokok permohonannya, para pemohon mendalilkan bahwa sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak, telah dibajak oleh caleg pragmatis yang hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis dengan partai politik.
Akibatnya, saat terpilih menjadi anggota DPR/DPRD seolah-olah bukan mewakili partai politik namun mewakili diri sendiri.
“Kata ‘terbuka’ pada pasal 168 ayat (2) UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” demikian salah satu petitum pemohon, sebagaimana dibacakan oleh hakim MK.
“Kata ‘proporsional’ dalam pasal 168 ayat (2) bertentangan sepanjang tidak dimaknai ‘sistem proporsional tertutup’,” sambungnya.
Total ada sembilan petitum yang dimohonkan oleh para pemohon. Namun menurut hakim MK, bertumpu pada norma pasal 168 ayat 2 UU 7/2017 khususnya pada kata ‘terbuka’.
Apa pertimbangan MK menolak permohonan tersebut?
Hakim konstitusi mengatakan, norma pasal 168 ayat (2) UU Pemilu, yang dimohonkan para pemohon intinya menyatakan “Sistem pemilu […] dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar terbuka. Berkenaan dengan sistem proporsional dengan daftar terbuka, pada intinya [pemohon] mendalilkan bertentangan dengan UUD 1945.”
Bagi para pemohon, yang konstitusional, atau tidak bertentangan dengan UUD 1945, adalah sistem pemilu proporsional dengan daftar tertutup.
Terkait itu, MK mempertimbangkan terlebih dahulu baik buruknya sistem politik antara sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup dalam putusannya.
Baik sistem Proporsional Terbuka maupun Proporsional Tertutup, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan Proporsional Terbuka
Pertama, mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkatkan kualitas kampanye serta program kerja mereka.
Kedua, memungkinkan pemilih menentukan calon secara langsung.
Ketiga, pemilih memiliki kebebasan memilih dari partai politik tertentu tanpa terikat nomor urut yang telah ditetapkan oleh partai tersebut.
Keempat, pemilih memiliki kesempatan untuk melibatkan diri dalam pengawasan terhadap tindakan dan keputusan yang diambil oleh wakil yang mereka pilih.
Sehingga meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam sistem politik termasuk meningkatkan partisipasi pemilih.
Discussion about this post