Dalil Pemohon
Dalam pertimbangannya juga MK mempertimbangkan sejumlah dalil pemohon.
Salah satunya soal dalil yang menyebut pemilu proporsional terbuka telah membahayakan NKRI dan merusak ideologi.
Menurut MK, apa pun pilihan sistem pemilunya, seluruh parpol diharuskan memiliki ideologi yang sejalan dengan pancasila dan UUD 1945.
Kemudian, pemohon mendalilkan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka telah mendistorsi peran partai politik.
Menurut MK, dalil itu suatu berlebihan. Karena sejauh ini parpol memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh pencalonan calon legislatif.
“Peran partai politik sama sekali tidak berkurang apalagi menyebabkan hilangnya daulat partai politik dalam kehidupan demokrasi,” kata hakim konstitusi Saldi Isra.
Pemohon juga mendalilkan bahwa pemilu proporsional terbuka telah memunculkan calon anggota DPR/DPRD pragmatis dan tidak mewakili parpol dan merusak konsolidasi parpol.
MK berpendapat, parpol tetap miliki peran sentral dalam tentukan dan memilih calon anggota DPR/DPRD yang dipandang dapat mewakili kepentingan, ideologi, rencana dan program kerja parpol yang bersangkutan.
Jika apabila ada calon yang pragmatis dan tidak mewakili parpol, kata MK, sebaiknya tidak dicalonkan.
“Selama partai politik melakukan seleksi yang didasarkan kepada kepentingan ideologi, visi misi dan cita-citanya tidak terdapat alasan yang kuat untuk menyatakan calon anggota DPR/DPRD terjebak dalam pragmatisme dan tidak mewakili parpol,” kata Saldi Isra.
Lalu, pemohon mendalilkan sistem pemilu proporsional terbuka memperluas praktik money politics dan tindak pidana korupsi.
Terkait itu, MK berpendapat pilihan terhadap sistem pemilu apa pun tetap berpotensi terjadinya praktik politik uang tersebut.
Kemudian, pemohon juga menyebut bahwa pemilu proporsional terbuka memperkecil peluang keterwakilan perempuan.
Namun menurut MK, dalil tersebut tidak sesuai. Terlebih dengan fakta hasil pemilu, dengan kuota keterwakilan 30 persen perempuan.
Saldi Isra mengatakan, secara statistik dalam pemilu 2009, ada 101 perempuan yang terpilih dalam Pileg DPR. Kemudian pada 2014 ada 97 perempuan. Lalu pada 2019 naik menjadi 120 perempuan.
Dalil-dalil lainnya pun turut dipertimbangkan oleh MK, menjadi dasar dari putusan penolakan permohonan.
“Sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat kepada sistem pemilihan umum yang diinginkan oleh UUD 1945, namun karena secara konseptual dan praktik, sistem pemilu apa pun yang dipilih pembentuk undang-undang baik sistem proporsional dengan daftar terbuka maupun dengan daftar tertutup bahkan sistem distrik sekalipun, tetap memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing,” kata Saldi Isra.
Adapun permohonan dalam Sistem Pemilu dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 digugat ke MK oleh 6 orang karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Mereka adalah, Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP), Yuwono Pintadi (anggota Nasdem tapi NasDem sebut sudah bukan anggota), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, Nono Marijono.
Dan kini permohonan tersebut sudah ditolak MK. *
Discussion about this post