Luwuk Times – Perkara penganiayaan yang dilakukan Tersangka MRT, berakhir damai melalui upaya Restorative Justice Kejaksaan Negeri (Kejari) Banggai.
MRT tersulut emosinya untuk melakukan aksi penganiayaan, karena tersinggung dengan Status WhatsApp saksi korban.
Seperti dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Kasi Intelijen Firman Wahyudi bahwa pada Selasa, (27/12/2022), Kepala Kejari Banggai R. Wisnu Bagus Wicaksono, menyerahkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif Nomor : B-882/P.2.11 Eoh.2/12/2022 kepada Tersangka a.n MRT dalam Perkara Tindak Pidana Penganiayaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana dari Penyidik Polsek Toili.
Berdasarkan kronologis perkara, pada Hari Senin, tanggal 13 Juni 2022 sekira pukul 14.00 WITA bertempat di Jalan Raya Desa Gori-gori, Kecamatan Batui, Tersangka a.n MRT yang sedang mengendarai sepeda motor melihat Saksi Korban melintas menggunakan sepeda motor.
Kemudian, Tersangka mempercepat laju kendaraanya, setelah berhasil mendahului kemudian Tersangka berhenti didepan sepeda motor Saksi Korban lalu berjalan menghampiri dan menanyakan perihal status di WhatsApp yang di unggah Saksi
Korban.
Tersangka dan Saksi Korban, selanjutnya terlibat cek-cok, Tersangka memegang kerah baju Saksi Korban dan mendorong hingga terjatuh dari sepeda motor.
Pada saat Saksi Korban berdiri,
Tersangka langsung menghampiri dan menggigit bagian ketiak sebelah kiri Saksi Korban sambil memukul dengan menggunakan tangan kanan yang mengarah pada bagian samping mata kiri Saksi Korban.
Akibat perbuatan yang dilakukan Tersangka kepada Saksi Korban menyebabkan luka lecet pada mata kiri bagian bawah, disertai luka memar pada Dada dan ditemukan luka gigitan pada ketiak kiri bawah.
RJ atas perkara ini, melalui beberapa tahapan, yakni :
Hari Selasa tanggal 13 Desember 2022 bertempat di Rumah Restoratif Justice “Bonua Molumu” dilakukan upaya perdamaian yang dipimpin Kepala Kejaksaan Negeri Banggai dan Jaksa Fasilitator dihadiri Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Penyidik, Tersangka dan Korban.
Unsur-unsur terpenuhinya RJ, yakni Tersangka meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, Tersangka belum pernah dihukum.
Kedua, Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Ketiga, Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Keempat, Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Kelima, Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
Keenam, Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Ketujuh, Pertimbangan sosiologis, dan terkahir masyarakat merespon positif.
Di hari yang sama, juga telah dilaksanakan Ekspose secara virtual yang dipimpin Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Bpk. Dr. Fadil Zumhana, dan dihadiri Direktur OHARDA Ibu Agnes Triani, S.H. M.H., Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Bpk. Agus Salim, S.H.,M.H., Asisten Tindak Pidana Umum Bpk. Fitrah, S.H.,M.H., Kepala Kejaksaan Negeri Banggai Bpk. R.
Wisnu Bagus Wicaksono, S.H.,M.Hum. dan masing-masing jajaran.
Mekanisme ini dilaksanakan dengan mempedomani Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari
2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. *
Discussion about this post