IKLAN

Opini

Hubungan Diplomasi Antara Indonesia-China

490
×

Hubungan Diplomasi Antara Indonesia-China

Sebarkan artikel ini

Respon dari Indonesia melalui Presiden Joko Widodo melihat forum ini sebagai kesempatan untuk mencari investasi yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur di negeri ini. Kemajuan hubungan ekonomi bilateral telah didorong sebagian oleh pertumbuhan ekonomi China yang pesat sejak dimulainya milenium baru Presiden Jokowi tentu akan memprioritaskan kepentingan nasional Indonesia dalam kaitannya dengan inisiatif OBOR China.

Keputusan Indonesia untuk memilihh Tiongkok sebagai mitra kerjasama proyek kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan hasil pertimbangan yang matang. Berbagai aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah Indonesia dalam memutuskan memilih China sebagai mitra kerjasama proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yakni Pertama, peningkataan dan perluasan hubungan kerjasama ekonomi, Kedua, aspek kemampuan ekonomi, kondisi ekonomi Indonesia yang membutuhkan infrastruktur untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional tidak berbanding lurus dengan alokasi dana yang ada untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur.

Ketiga, aspek untung rugi, Indonesia akan lebih banyak mendapatkan keuntungan. Karena proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan menggunakan APBN. Jadi, Skema yang akan dilakukan dalam pembangunan kereta cepat tersebut merupakan skema business to business (B to B). Hal ini berarti adanya posisi tawar (bargaining position) Karena masing-masing negaramemperjuangankan kepentingan nasionalnya

Namun, dari Hubungan Diplomasi tersebut masih saja diperhadapkan dengan kondisi ketidakseimbangan (asymmetric power relations) yang berpengaruh terhadap posisi tawar( bargaining position) masing-masing Negara dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya. China dengan kekuatan nasionalnya yang lebih besar akan lebih mudah dalam memperjuangkan kepentingan nasionalnya dibanding dengan Indonesia sebagai Negara dengan kekuatan nasional lebih kecil.  Pembangunan High Speed Railway (HSR), China berupaya memperluas kontrol politik di dua Negara yaitu Indonesia dan Thailand.

Baca:  Wanita Terbaik untuk Laki Laki Terbaik

China memanfaatkan kekuatan ekonomi dalam memajukan kepentingan geopolitiknya.Perbandingannya yaitu, Integrasi HSR di ASEAN melalui Thailand secara efektif mengubah Thailand menjadi pusat transportasi darat di Asia Tenggara. Sebaliknya, kepulauan Indonesia membatasi skala pengaturan sistem HSR secara holistik dan kurangnya integrasi jaringan kereta api dengan negara-negara ASEAN. Secara teoritis, Thailand dapat menarik lebih banyak investasi internasional daripada Indonesia berdasarkan potensi hub rel kereta api. Sementara lokasi Indonesia di ujung selatan Asia Tenggara masih mengalami masalah konektivitas antarpulau dengan teritori negara yang sangat luas.

Oleh karena itu, menurut kami Hubungan Diplomasi Antara Indonesia- China sekarang memang berjalan kondusif meskipun mereka sama-sama mementingkan kepentingan nasionalnya. Tetapi, Untuk mengimbangi hal itu, maka posisi Indonesia sebagai Negara kekuatan mencegah ( middle power) bisa menjadi instrument strategi menghadapi China.

Keberadaannya suatu Negara sebagai kekuatan menengah didasarkan pada sejumlah identifikasi yaitu kapasitas yang dimiliki dan perilakunya dalam hubungan Internasional. Kapasitas yang dimaksud adalah indikator dalam hal ekonomi, kemanan, dan politik.

Sedangkan perilaku adalah Negara berperan sebagai mediator dan menjadi insiatif diplomasi untuk terwujudnya stabilitas, keamanan, dan perdamaian.  Strategi yang perlu dilakukan Indonesia adalah peningkatan kapasitas dalam berdiplomasi. Peningkatan kualitas dilakukan dengan cara peningkatan sumber daya manusia yang lebih handal.

Baca:  Peran Perempuan Pengawasan Partisipatif Pemilu

Peningkatan kuantitas, Indonesia sebagai Negara strategis perlu mengimbangi dengan cara mengulas struktur kantor perwakilan Indonesia disana. Pemerintah perlu meningkatkan Kinerja dari instituisi diplomasinya diluar kota Beijing. Agar kinerja diplomasi semakin berkembang untuk mencapai kepentingan nasionalnya.

Bibliography

Alami, Athiqah N., Ganewati Wuryandari, R.R. E. Yustiningrum, and Nanto Sriyanto. 2017. “Conclusion.” Foreign Policy and Energy Security Issues in Indonesia. 129-131. doi:10.1007/978-981-10-4421-2_6.

Montratama, Ian, and Yanyan M. Yani. 2017. Bargaining: Revisi Teori Perimbangan Kekuatan dalam Hubungan Diplomasi Indonesia, Malaysia, Cina dan Amerika Serikat. Intermestic: Journal of International Studies 2, no. 1 (2017), 53. doi:10.24198/intermestic.v2n1.5.


Radityo, Fransiskus, Gabriella Rara, Indah Amelia, and Rifal Efraim. 2019. GEOPOLITIK TIONGKOK DI KAWASAN ASIA TENGGARA: JALUR PERDAGANGAN (OBOR). Jakarta Timur : Universitas Kristen Indonesia.).” Jurnal Asia Pacific Studies 3, no. 1 (2019), 84. doi:10.33541/japs.v3i1.1073.

Putri Yulia Sindy.2019. Kerja Sama Ekonomi-Politik Indonesia dan Cina pada Implementasi Program Belt and Road Initiative. http://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/view/78/26

Supriatna Cecep. 2017. KEPUTUSAN INDONESIA MEMILIH CINA (TIONGKOK) SEBAGAI MITRA KERJASAMA PROYEK KERETA CEPAT JAKARTA – BANDUNG.  http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/11247/JURNAL.pdf?sequence=10&isAllowed=y *

(Penulis adalah Prodi: Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia)

error: Content is protected !!