“Warga menduga ada jatah preman. Dengan begitu kuota untuk nelayan menjadi sedikit,” ucap Sukri.
Para nelayan sambung Sukri menginginkan ada pendataan untuk kebutuhan nelayan. Sehingga bisa terpenuhi.
Mereka juga meminta perlu penataan managemen SPBU. Dengan begitu steril dari campur tangan preman.
“Mereka minta terdata kebutuhan nelayan. Dan warga juga minta managemen SPBU ditata baik,” ucapnya.
Bagaimana langkah selanjutnya Komisi 2 dalam menyikapi aduan itu?
Wakil rakyat dapil III ini kembali berujar, pihaknya akan melaksanakan rapat dengar pendapat (RDP).
Tentunya akan mengundang sejumlah pihak yang punya kaitan dengan persoalan tersebut.
“Rencana tanggal 19 September 2022 kami bikin RDP,” ucap Sukri.
“Selain pihak Depot Pertamina, SPBU Moilong dan Toili juga perwakilan Pemda. Termasuk warga nelayan sebagai pengadu,” tutur mantan kandidat Wakil Bupati pada Pilkada 2015 ini. *
Discussion about this post