Sejatinya sekalipun tanpa rekomendasi Bawaslu, secara de jure sesuai kewenagannya yang diamanatkan undang-undang, KPU Banggai dapat mengeksekusi putusannya yang memberi sanksi petahana atas pelanggaran norma undang-undang Pilkada tersebut. Apalagi “saudara kembarnya”, Bawaslu selaku pelaksana bidang pengawasan telah lebih dulu memastikan peristiwa terjadinya pelanggaran tersebut. Tapi nyatanya KPU Banggai sejak dari awal telah bersikap labil dan ragu-ragu dalam menyikapi kasus pelanggaran Bupati H. Herwin Yatim yang telah kasat mata publik itu.
Sikap ragu-ragu itu tercermin lewat surat KPU Banggai No. 125/HM.03-SD/7201/KPU-KAB/V/2020, tanggal 17 Mei 2020, perihal Tindak lanjut Penerusan Pelanggaran Administrasi Pemilihan yang mempersoalkan penggunaan frasa atau kata “dapat” dalam rekomendasi Bawaslu yang katanya, masih bersifat potensial atau belum nyata penegasan sanksi Bawaslu. Padahal, KPU Banggai sebagai lembaga pemegang hak eksekutorial atas pemberian sanksi terhadap petahana dalam pencalonan bupati/wakil bupati, dapat bertindak sendiri secara mandiri sesuai kewenangannya, walaupun tanpa menerima rekomendasi dari Bawaslu.
Akan tetapi demi menjaga marwah lembaganya, Bawaslu Banggai pun mengikuti keinginan mitra kerjanya, KPU Banggai. Maka terbitlah dua rekomendasi susulan, masing-masing dengan surat No. 829/K.Bawaslu ST.01/PM.05.01/IX/2020, tanggal 4 September 2020, perihal Penegasan Pelanggaran Administrasi Pemilihan, dan surat No. 830 K/Bawaslu.ST.01/PM.00.02/IX/2020, tanggal 4 September 2020, perihal Peringatan.
Langkah selanjutnya, pasca pendaftaran pasangan Herwin Yatim-Mustas Labolo (Winstar) pada tanggal 4 September 2020, KPU melakukan klarifikasi dan verifikasi terhadap persyaratan pencalonan dan syarat-syarat calon. Tanggal 9 September 2020 KPU mengundang H. Herwin Yatim guna klarifikasi atas temuan dan hasil kajian Bawaslu terhadap pelanggaran administrasi pemilihan. Atas klarifikasi tersebut, maka terbit surat KPU Banggai (Model: PAP-1) tentang hasil klarifikasi, dan surat (Model: PAP-2B) tentang keputusan dugaan pelanggaran administrasi pemilihan yang menegaskan bahwa petahana Bupati H. Herwin Yatim TERBUKTI melanggar.
Bukti pelanggran administrasi pemilihan itu juga diperkuat dengan surat Kemendagri tanggal 7 April 2020 No. 800/1941/OTDA, perihal penundaan sementara usulan penggantian pejabat dilingkungan pemerintahan daerah dan usulan mutasi PNS antar daerah pada masa kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19.
Baca juga: Dialektika Dosen Ilmuan di Media Sosial |
Setelah memastikan pasangan petahana Winstar terbukti melakukan pelanggaran administrasi pemilihan sesuai hasil klarifikasi dan rekomendasi Bawaslu, semestinya langkah yang dilakukan oleh KPU Banggai adalah menerbitkan berita acara (BA) tentang penetapan status TMS terhadap pasangan Winstar. Namun yang terjadi justru sebaliknya, KPU Banggai pada tanggal 13 April 2020 bahkan mengumumkan status Winstar belum memenuhi syarat (BMS), dan meminta dalam waktu 3 (tiga) hari, sampai Tgl 16/9 agar melengkapi/memperbaiki berkas persyaratannya sesuai Model BA.HP-KWK.
Kemudian dari hasil verifikasi perbaikan dokumen persyaratan calon yang diserahkan Winstar itulah KPU Banggai selanjutnya pada Tgl 21/9 menyatakan dokumen persyaratan Winstar lengkap dan memenuhi syarat (MS). Namun ironisnya, pada Tgl 23 September KPU Banggai malah menerbitkan SK yang menetapkan status Winstar tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai peserta Pilkada.
(Menurut penulis, itulah siasat KPU Banggai “bermain cantik” guna meloloskan Winstar menjadi peserta Pilkada, yaitu dengan sengaja melakukan langkah keliru yang kemudian melemahkan secara yuridis produk keputusannya, ketika digugat di pengadilan. Apalagi di sidang pembuktian PTTUN Makassar, Dr. Sukaca, Ahli yang diajukan penggugat/Winstar berhasil membuktikan bahwa Putusan KPU Banggai tentang TMS petahana tersebut, cacat secara yuridis oleh karena tidak mencantumkan rekomendasi Bawaslu sebagai dasar dalam konsideransnya).
SIKAP KOMPROMI
Hal lainnya yang semakin menguatkan dugaan bahwa KPU Banggai “main cantik” meloloskan petahana Winstar adalah sikap KPU Banggai yang tidak melakukan kasasi terhadap putusan PTTUN Makassar, dan lebih memilih berkompromi untuk segera menetapkan Paslon Winstar sebagai peserta Pilkada. Padahal putusan yang mengabulkan gugatan Winstar, dan mengalahkan KPU Banggai, itu banyak mengandung kelemahan dalam pertimbangan hukumnya, baik pada pertimbangan eksepsinya maupun dalam pokok perkara. Setidaknya terdapat 2 (dua) atau 3 (tiga) alasan substantif dalam pertimbangan hukum majelis pada Putusan No. 2/G/Pilkada/2020/PTTUN.Mks, tersebut yang berpeluang besar dibatalkan ditingkat kasasi Mahkamah Agung.
Discussion about this post