IKLAN
Kolom Syarif

Memaknai Sosiologi Idul Adha, Perang Terhadap Potensi Sifat Kebinatangan

751
×

Memaknai Sosiologi Idul Adha, Perang Terhadap Potensi Sifat Kebinatangan

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dr. Syarif Makmur, M.Si

(MANUSIA, binatang dan malaikat adalah 3 mahkluk ciptaan Allah yang kualitas dan bobotnya berbeda. Jika manusia dapat mengelola dengan baik otak dan nafsu nya, maka manusia akan sama seperti malaikat.

Tapi bila manusia gagal mengelola otak dan nafsunya, maka kelas manusia ini seperti binatang. Hanya binatang lah yang ditempatkan Allah sebagai makhluk paling rendah derajatnya, karena mengandalkan kompetensi dan kekuatannya pada nafsu. 

Nabi Ibrahim AS adalah bapaknya para Nabi dan Rasul. Ia seorang manusia yang lurus sebagaimana disebutkan dalam Alquran dan Hadist.

Kisah Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail terekam dalam memori kolektif dunia, yang hingga saat ini rekam jejak Nabi Ibrahim AS sangat sulit dilupakan ummat manusia. 

Baca:  Small Is Beutifull: Indahnya Kehidupan Semut

Yang terbayang dalam pemahaman dan pemikiran sebagian besar ummat manusia, bahwa pengorbanan untuk menyembeli Ismail hanya lah simbol pengorbanan sebagai seorang Nabi yang sholeh berupa pengorbanan seorang anak tersayang untuk dipersembahkan kepada sang maha pencipta dan maha memiliki Allah Swt.

Pemahaman manusia atas peristiwa tersebut adalah pemahaman yang sangat sederhana. Dimana sebagai Nabi dan Rasul, Ibrahim harus rela dan Ikhlas untuk mengorbankan anak tersayang yang di cari-carinya sekian puluh tahun.

Namun makna mendalam yang terkandung dalam persitiwa penyembelihan Nabi Ismail AS itu adalah penyembelihan sifat kebinatangan manusia.

Sifat-sifat binatang itu memiliki ciri yang hanya mengandalkan hawa nafsu.

Menyembelih hewan qurban mengilhami bahwa secara fisik adalah menyembelih binatang yang hendak diqurbankan. Tetapi secara non fisik adalah menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang melekat pada setiap diri yang berqurban.

Baca:  Logika, Etika dan Estetika Sabar Akan Berbuah Sukses

Seperti sifat serakah, mau menang sendiri, menindas yang lemah, dsb.

Sifat-sifat kebinatangan tersebut, secara simbolis disembelih oleh orang yang berqurban, sehingga sifat tersebut terlepas dan dilepaskan dari diri yang berqurban.

Dengan demikian, lahir diri baru, individu baru, dan bahkan masyarakat baru, yang bersih dari sifat-sifat kebinatangan.

“Inilah makna terpenting dari pelaksanaan ibadah qurban yang dilaksanakan oleh umat Islam setiap tahun”.

Ibadah ini sebenarnya ibadah kuno, tetapi merupakan ibadah yang relevan masa dahulu, relevan masa kini, dan bahkan relevan masa yang akan datang.

error: Content is protected !!