Kolom Syarif

Secara Ekonomi, Pelayanan Itu Mahal, Tetapi Secara Politik Tidak Semahal Demokrasi

699
×

Secara Ekonomi, Pelayanan Itu Mahal, Tetapi Secara Politik Tidak Semahal Demokrasi

Sebarkan artikel ini

Dan jangan bermimpi anak-anak kita dapat lolos di Perguruan Tinggi Negeri dan swasta terbaik, terkenal dan tenar bila tidak memiliki sumber daya yang cukup. 

Para orang tua dan peserta didik harus bekerja keras dan banting tulang bila menginginkan anak-anaknya dapat masuk perguruan tinggi yang berkualitas. 

Kekhawatiran tidak akan berhenti dan putus di setiap level atau jenjang pendidikan, karena sistem dunia pendidikan kita dan juga dunia sedang dirancang dan di desain untuk memperlombakan dan mendapatkan uang

Tujuan akhir dari semua perlombaan ini adalah uang. Kata ini seringkali malu dan tidak etis di ucapkan tetapi ia telah meracuni dan merusak cara berpikir, bersikap dan bertindak semua orang. 

Antara uang, kualitas, kompetensi serta berkarya dan bekerja adalah variabel-variabel yang dibutuhkan dalam pelayanan, sehingga secara ekonomi pelayanan itu mahal

Kita yang sudah hampir sekarat bila di bawah ke rumah sakit manapun di Indonesia ini, maka hal pertama yang akan ditanyakan oleh petugas administrasi rumah sakit adalah uang. Tanpa uang maka pasien tidak akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan benar. 

Baca:  Otonomi Daerah tidak Identik dengan Putera Daerah

Sekalipun secara ekonomi, pelayanan itu mahal, tetapi secara politik tidak semahal Demokrasi.

Mengapa Demokrasi itu Mahal?

Semahal-mahalnya membiayai birokrasi di Indonesia dengan belanja pegawai, belanja perjalanan dinas dan seterusnya, tetapi tidak semahal membiayai Pilkada, Pilpres dan Pemilu. 

Jangankan membiayai Pilkada, Pilpres dan Pemilu yang hanya 5 (lima) tahun sekali, membiayai APBD setiap tahun nya belanja publik harus lebih besar dari belanja aparatur. 

Belanja publik itu adalah belanja demokrasi yang diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat.

Aplikasi atau penerapan demokrasi itu tidak dilihat pada perhelatan Pilkada dan Pilpres serta Pemilu. Tetapi dilihat pada belanja-belanja publik: kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pertanian dan lainnya.

Sekalipun dalam APBN atau APBD tidak disebutkan belanja demokrasi, tetapi seluruh peruntukkan belanja itu adalah instrumen-instrumen demokrasi yang tercermin dalam APBN dan APBD. 

Baca:  Psikologi dan Sosiologi Nikmat

Undang-undang tentang APBN dan Perda tentang APBD adalah keputusan politik yang diputuskan secara demokratis melalui wakil-wakil rakyat. 

Antara legisltaif dan eksekutif masing-masing menunjukkan siapa yang paling demokratis di hadapan rakyat. 

Seringkali birokrasi di cap anti demokrasi. Padahal tanpa birokrasi, demokrasi tidak dapat berjalan dengan baik. Sebaliknya legislatif dianggap paling demokratis sekalipun banyak yang mengecewakan rakyat. 

Pelayanan di birokrasi memang mahal, tetapi tidak semahal mempersiapkan seorang calon presiden, calon gubernur, calon Bupati dan Walikota bahkan calon legislatif. 

Pemimpin itu dibutuhkan melebihi kebutuhan perut rakyat. Masih lebih baik puluhan bahkan ratusan rakyat kelaparan dari pada tidak ada seorang pemimpin.

Masih jauh lebih baik mempersiapkan satu orang pemimpin untuk menjadi Gubernur atau Bupati dari pada membangun sebuah irigasi raksasa atau membangun rumah sakit. 

Secara ekonomi, pelayanan itu mahal tetapi secara politik tidak semahal demokrasi. *

error: Content is protected !!